lundi 26 décembre 2011

Andai Saya Menjadi Angota DPD "Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya"

Suatu hal yang luar biasa bila saya menjadi anggota DPD, entah itu sebuah anugerah atau malah sebaliknya, karena menurut saya menjadi seorang pemimpin bukanlah perkara yang mudah. Itu semua adalah amanat orang banyak yang harus kita jaga. Disini saya juga tidak akan membahas mengenai program apa yang akan saya lakukan untuk masyarakat daerha khususnya, karena bisa dibilang program dan ide-ide yang sudah ada, sangat baik dan inovatif untuk pembangunan daerah.

Tanpa bermaksud menyalahkan sistem yang sudah ada, saya rasa hanya ada sedikit metode yang kurnag tepat sehingga banyak dari ide-ide tersebut sulit untuk terealisasikan. "Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya." Dari pribahasa tersebut mungkin kita bisa memulai masalah ini.

Awal tahun 2011, saya mengikuti kuliah kerja nyata di sebuah desa, daerah Sumedang. Maslaah yang sedang ada di daerah tersebut adalah pembebasan tanah, namun sungguh ironis karena, banyak masyarakat yang 'melek pendidikan' justru membodohi mereka yang 'buta pendidikan', dan sebaliknya kepintaran mereka seolah menghapuskan nilai-nilai sosial-kultural yang ada pada masyarakat tersebut. Takhayal aparat daerah yang seharusnya mendengarkan mereka yang tidak berdaya sekarang lebih memihak mereka yang punya uang dan kekuasaan.

Dalam hal ini seharusnya seorang Dewan Perwakilan Daerah haruslah lebih peka terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat. Bila kita perhatikan akhir-akhir ini banyak permasalahan yang terjadi, seperti di Mesuji, Bima, dan Papua adalah efek dari kejenuhan masyarakat yang aspirasinya tidak pernah didengarkan.

Memang benar setiap daerah memilik masalah yang berbeda-beda dan oleh sebab itu penanganannya pun harus dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Namun disini ada satu solusi yang sama untuk menangani masalah-masalah tersebut. Bila kita lihat dalam sisi psikologis, dewasa ini masyarakat daerah rasanya sudah bosan dengan sejuta ide-ide untuk perubahan dareah mereka. Mereka lebih suka aspirasi mereka didengarkan, dilihat, dan direalisakan. Karena kembali lagi kepada fungsi DPD sebagai lembaga negara untuk menyalurkan aspirasi masyarakat sekaligus mengembangakan pembangunan yang merata di semua daerah di Indonesia.

Barulah setelah itu kita bisa berbicara tentang ide-ide untuk pembagunan daerah, dari pendidikan, ekonomi, sosial, dsb. Karena saya rasa prinsip mendengarkan, merasakan, dan terjun langsung untuk menangani masalah, lebih mudah dan sederhana dibandingkan kita harus menyusun berbagai anggaran untuk program-program pembangunan daerah.

Nyata atau tidak, tetapi hal tersebutlah yang hadir di masyarakat kita. Kompleks? Jelas sangat kompleks. Namun, saya percaya semuanya hanya ingin didengarkan untuk suatu perbuahan yang mebias dalam nilai-nilai sosial-kultural daerah untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Untuk soal ide-ide yang ada sekarang, saya rasa sudah sangat baik sekali untuk perubahan dan pembangunan daerah. Sekarang bagaimana ide-ide tersebut dapat kita masukan dalam lapisan masyarakat daerah yang homogen. Mungkin itulah sedikit asumsi saya bila saya menjadi anggota DPD.

lundi 5 décembre 2011

Tahun yang Prihatin

Satu alasan yang membuat tahun ini menjadi prihatin adalah KULIAH. Semester tujuh ini memang bukan semester yang bisa dibilang mudah untuk saya. Awal bulan ini saya sudah dicengangkan oleh UAS, tugas-tugas dari berbagai matakuliah, dan tidak terasa awal tahun depan saya harus bersiap untuk Seminiar Sastra. "Yah, semuanya memang tidak mudah." katanya orang bijak.

Mungkin kegilaan ini sedikit membuat saya religius, *tanpa mengurangi rasa hormat, memang kebanyakan itulah sifat manusia. Saya cendrung melakukan aktifitas dengan dunia saya, tidak ada waktu untuk bermain, pacaran, jalan-jalan, bahkan makan pun menjadi jarang. Jujur saya sendiri sebenarnya kurang suka dengan sikap saya ini, yaitu sulit mengontrol emosi. Tak heran kalau saya sedang stress atau bahkan capek, saya akan berubah menjadi orang yang sensitif dan mudah sekali naik darah. *mungkin itu juga alasan kenapa orang suka menilai saya itu jutek dan kurang bersahabat.

Kembali kepada rutinitas saya belakangan ini, memang itu bukan suatu hal yang mudah. "Semakin tinggi semester semakin tinggi pula juga angin yang menerpa" *itu adalah pribahasa yang sedikit saya modifikasi. Kalau bisa dibilang semua aliran darah di otak saya seperti jalanan di Jakarta, semerawutlah.

Ini bukan seperti hidup saya rasanya. Tetapi itulah bagian dari hidup, kalaupun saya berlari nantinya akan ketemu-ketemu juga, jadi saya harus siap menghadapinya dengan berbagai kemungkinan. Satu yang saya ingat adalah kata-kata dari dosen-dosen sastra saya "Anggaplah tahun ini adalah tahun prihatin supaya kalian semua bisa lulus dengan cepat, tidak usah cari yang susahlah untuk skripsi. Toh, kalaupun sudah lulus pastilah ada faktor X yang mempengaruhi hidup kalian kedepannya yaitu Tuhan." Saya rasa pernyataan Mme.Sri itu lebih Realistis dibandingkan seminar Mario Teguh.

Saya pun sadar, mungkin juga saya bukan mahasiswa yang brilliant atau memiliki IPK yang gemilang. bahkan ada dosen yang berasumsi kalau saya mengalami kelainan dalam membaca atau biasa disebut 'Diseleksia', akan tetapi saya mencoba merubah pola pikir saya mengenai hal itu semua, saya yang mengetahui kemampuan diri saya sendiri, melalui keyakinan ini saya harus berfikir positif serta yakin kalau saya bisa dan saya mampu untuk melawati tantantangan ini.

lundi 21 novembre 2011

Pandangan Saya Tentang Mereka

Mungkin memang sudah lama saya mengenal teman-teman saya ini, yang sekarang menjadi teman di band Heels Phobia. Kalau diceritakannya lagi dari awal mungkin bisa pegel tangan saya mengetiknya. Hahahaha... Oke, alangkah baiknya dimulai dari yang paling tua dahulu.

Pogi panggilannya, nama aslinya M. Pogi Irawan. Lahir pada bulan Oktober seperti saya, namun dia berzodiak Scorpio dan lahir setahun lebih cepat dari saya. Jujur saya, saya tidak terlalu akrab dengan orang ini pada saat SD bahkan SMP. Alasannya mungkin karena Ia lebih suka bergaul dengan 'bintang kelas', tapi entah mengapa walaupun teman-temannya bisa dibilang anak-anak pintar ujung-ujungnya dia juga masuk di SMA yang kurang favorit seperti saya? hahahaha...

Saya ingat betul pada saat kelas 3 SMP saya satu kelas dengannya, dan dia menjadi ketua kelas dan saya menjadi wakilnya. Kalau bisa dibilang mungkin diantara kami berempat memang dia yang paling menonjol dalam bermain segala jenis alat musik. Saat itu saya sendiri melihatnya sebagai orang yang angkuh dan susah untuk membuka diri.

Pengalaman pertama saya ngejam dengannya adalah saat latihan musikalisasi puisi, saat latihan sebenarnya dia menjadi gitaris, namun pada saat tampil di juga menjadi drummer. *buat saya itu hal yang gila untuk ukuran anak SMP. Setelah masuk SMA saya juga baru tahu dia juga satu sekolah dengan saya dan mungkin bisa dibilang dari kelas mereka itu bisa lahir Heels Phobia.

Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, mungkin atas karena hobi kita bisa dipertemukan seperti sekarang ini. Jujur saya sebenarnya tidak begitu tertarik saat diajak untuk 'ngeband' karena mungkin kelas saya yang berbeda, namun ada satu hal yang membuat saya berubah fikiran yaitu saat keberadaan saya diakui oleh orang lain.

Saya lupa persisnya, yang jelas saat itu ada teman saya dari band lain di SMA yang ingin mengajak saya menjadi vokalis di bandnya, namun pilihan saya tetap ingin bermain di Heels Phobia *red The ChePlok'Z.

Dari band itu saya mungkin lebih banyak mengenal Pogi, memang ada juga kejadian lucu saat itu kita suka dengan orang yang sama, bahkan bisa dibilang hubungan kami seperti agak renggang. Tapi dibalik itu semua saay tetap berfikir "Mantan pacar itu mutlak ada, tetapi tidak ada yang namanya Mantan Sahabat." terserah orang-orang pada saat itu menilai saya bodoh karena masih mau berteman dengan Pogi. Akan tetapi sekarang saya merasa lucu kalau mengingat dulu kita 'pundungan'. Hahahaha... Namun, hal itu semakin membuat kita dewasa terutama di Band.

Pogi bisa dibilang anak yang cukup sopan *kalau kata ibu saya. Tak khayal dengan sikapnya itu, dia juga bisa dibilang orang yang sering 'tambal ban' dalam waktu yang cukup singkat. Hahahaha... Jujur terkadang hanya dia dan nanda yang selalu cari aman saat ada konflik di Band. Dan awal memberi komentar pasti "Yah..kalo gue sih...bla..bla..gimana yah?" Sampai sekarang kata-kata itu masih ampuh dia keluarkan.

Kembali membicarakan skill memang dia bisa dibilang agak sukar untuk mengeksplor kemampuannya. Kalau saya lihat sih memang dia sekarang lebih serius dengan masa depannya sebagai Sarjana Muda, mungkin banyak juga orang-orang yang melirik kemampuannya itu. Tapi saya cukup berbangga hati karena dia masih mau berkomitmen di Heels Phobia.

"Buat saya, Pogi memang bukan seorang drummer yang handal, tetapi dia memiliki grafik yang bisa dibilang stabil, mungkin suatu saat nanti dia akan melebihi kemampuan idolanya Gilang Ramadhan. Dan Saya percaya itu."

Selanjutnya saya akan mengemukakan pandangan terhadap bassist saya, Nanda. lahir 15 hari setelah Pogi. Kalau dengannya mungkin saya sudah mengenalnya lumayan lama. Bahkan saat satu SD saya kenal dia, karena tempat les kita yang dekat dari rumahnya. Tidak seperti Pogi, saya rasa dia memiliki pribadi yang 'supel' apalagi kepada perempuan. Untuk urusan perempuan mungkin dia juaranya 'romantis'. *walaupun kalo ditanya langsung "Gue gak romantis kale..." Tapi itulah Nanda, setiap wanita yang dekat dengannya pasti memiliki kesan yang sulit dilupakan. *pelet situ ampuh yah mas! hahahaha...

Nanda mungkin belajar musik secara otodidak, mungkin belajar banyak dari teman akrabnya Icha. Saya dan dia mungkin sama-sama memiliki band kesukaan yaitu Sheila On 7, dari hal itulah mungkin saya sedikit tertarik saat diajak ngeband bersama dia di The ChePlok'Z. Ia juga orang yang memiliki sejuta impian. Hal yang tidak pernah saya lupa adalah berboncengan motor dengannya saya pasti banyak membicarakan masa depan.

Nanda sejujurnya memiliki skill yang sangat apik dengan kami bertiga, Ia bisa dibilang update soal lagu-lagu baru beserta chordnya. Tak heran kadang sensnya dalam nada sangat berperan apabila saya salah mengambil nada saat menyanyi. Dan kalau saya lihatnya selama ini, dia suka malu-malu memperlihatkan skill bermain bassnya. Jujur sih, kadang kami bertiga (Pogi, Hedi, dan Saya) agak malas memujinya, habis suka 'besar kepala'. Lebih baik kita cela saja dia, supaya bisa mengeluarkan kemampuan sebenarnya.

"Menurut saya, di balik sikapnya yang cuek di Band. Dia selalu bisa beradaptasi dengan baik. Dia adalah bassist yang memiliki ketajaman dalam urusan nada dan melalui adaptasinya yang baik itu kadang bisa menciptakan chemistry yang harmonis di Band."

Terakhir saya akan berbicara mengenai Hedi, sebagai anggota band yang terakhir. Saya juga mengenalnya saat SMA. Grafik perkebangannya bisa dibilang meningkat secara drastis, tetapi kalo soal sens nada dari kami berempat, saya bisa urutkan dia diposisi juru kunci. Saya ingat betul dengan sikapnya yang selalu 'pundung' saat SMA. Kalau di tanya "Loe kenapa di?" dan dia menjawab "Gue gak apa-apa, selow aja." padahal mukanya 'bete', jangan harap dia bakal main dengan maksimal.

Memang dia bisa dibilang paling 'blak-blakan' dan Realistis di Band. Sampai karena terlalu blak-blakan, ada seorang teman saya yang 'ngejam' bareng dibuat nangis olehnya. Sekarang saya memang lebih banyak berdiskusi dengannya dibandingkan dengan Nanda dan Pogi. Dewasa ini bisa dibilang selera musiknya dan saya tidak jauh berbeda.

Dia bisa dibilang orang yang paling Ambisius. Kalau dia melihat sesuatu yang jelek, dia pasti akan mengatakan jelek. begitu juga sebaliknya. Saat orang mengihina band kita pasti dia akan mengeluarkan kata-kata andalannya "Sekarang gini aja.. Loe bisa gak buat band kayak gue?" tetapi itulah Hedi. Diantara kami berempat mungkin Ia juga yang memiliki etos kerja yang tinggi dan rajin menabung.

Saya ingat betul, saat dia menjadi gitaris single banyak yang harus Ia benahi selain masalah Skill yaitu alat. Sampai karena Ia giat menabung dia mulai bisa membeli gitar dengan berbagai alatnya. Saya lupa dimana, yang jelas dia pernah menulis "Temen-temen SMP, loe liat sekarang gue udah bisa main gitar!"

Itulah sosok Hedi dimata saya dan Percaya atau tidak, saat tampil berempat Ia merupakan personil yang paling nervous dan karena hal itu dia jadi tidak peka dengan nada/sound yang fals, tetapi seperti yang saya bilang sebelumnya, Ia merupakan orang yang optimis yang kadang membuka mata kita semua di Band.

"Dia memang bukan gitaris yang memiliki skill luar biasa, tetapi biar pun dia bodoh dalam urusan nada dan alat, saya merasa dialah satu-satunya gitaris yang tidak malu untuk mengakui segala kekurangannya, dan karena hal itulah dia bisa hebat seperti sekarang."

Itulah padangan saya terhadap teman-teman di Heels Phobia, mungkin mereka juga memiliki pandangan yang berbeda tentang saya. "Jujur saya merasa malu kalau harus membandingkan skill kita berempat. Oleh karena itu saya juga tidak mau hanya menyanyi di Heels Phobia. Saya juga tidak bermimpi mengorbitkan band ini menjadi band fenomenal atau apalah, tetapi satu hal yang membuat saya kerasan dengan band ini adalah saya bisa diakui oleh kalian. Menghasilkan 'Karya yang bermutu' itulah mimpi saya bersama kalian semua."

samedi 5 novembre 2011

Sans Titre

Untuk beberapa alasan, saya pasti akan mengatakan 'tidak' dalam hidup saya.

Tidak dalam arti yang luas,
Tidak untuk keterikatan
Tidak untuk kejenuhan
Tidak untuk tekanan
Tidak untuk paksaan
Tidak untuk kepura-puran
Tidak untuk menghilangkan kepercayaan

Dua bocah diatas dua roda.
Sejenak duduk dan membisu
Memulai sesuatu yang dirasa tabu
Untuk melihat apa yang dirasa.

Saya berjalan dijalan yang sama, semua terlihat sama dan tidak ada yang berubah dari dalam diri saya.
Ada apa dengan saya?
Rasanya semuanya telah berada dalam titik nadi yang siap untuk pecah.

Deringan handphone, suara bising kenalpot, suara kertas dibalut kain, inilah déjà-vu.

Satu pohon dengan banyak ranting, biru langit yang membaur dengan banyak warna sebagai latar langit.

Akan tetapi apakah kalian tahu bawah langit tak selamanya biru?

Le Texto

C'est le passé, quand nous nous sommes recontrés. Elle m'a dit "Xie xie..ni zhen de hao nan ge ren." D'apres moi, c'étais un dérnier boneur.

Ça fait long temps...
Dans la salle..
Il y avait le CD, le compo, et les textes.

C'est notre histoire...
C'est la bonneur...

jeudi 3 novembre 2011

Lebih Menjengkelkan daripada Bajaj.

Kecanggihan era komunikasi seharusnya bisa mempermudah kita namun, hal itu rasanya tidak berlaku pada saya. Sebenarnya masalah ini menjadi sangat fatal karena menyangkut tugas kuliah.

Saya sudah berargumen namun ia tetap tidak mempercayainya, kecewa betul saya. Rasanya sangat jengkel apabila pekerjaan yang kita buat dengan buah pikir kita sendiri disepelekan atau bahkan diremehkan oleh orang lain.

lundi 31 octobre 2011

Hari ini saya kesiangan...

Hari ini saya kesiangan
Hari ini saya lusuh
Burung pun tertawa melihat tingkah saya

Coba ku bangun dunia
Menggapai cita
Merangkai cerita

Hari ini saya kesingan
Hari ini saya berantakan
Masuk kelas pun terasa hambar
Karena mata ingin sekali terpejam

Hari ini saya kesiangan
Hari ini saya menjadi orang yang paling malang...

dimanche 25 septembre 2011

Berjalan namun terdiam

Satu alasan yang membuat saya melakukan ini mungkin karena adanya kesabaran.

Ketika sang fajar datang dihari ini saya pun sudah memiliki seribu rencana kedepan, lalu ketika sebuah rencana dijalankan hasilnya hanya kekosongan belaka. Bodoh..dan dunggu. Yah, itulah saya...

Diruang ini saya merasa bisu, setengah mati barangkali, hati saya disini namun rasanya ingin cepat berlari, dan sekali saya bertanya, "untuk apa saya disini?"

mardi 20 septembre 2011

Sudah Budaya

Sudah lama saya tidak menjalani rutinitas menulis di blog yang menjijikan ini, memang setelah hampir satu bulan lebih banyak kejadian luar biasa yang terjadi. Mulai dari Nazarudin, isu reshuffle kabinet, kebakaran, kekeringan, sampai masalah Briptu Norman yang 'kekeuh' pengen jadi artist.

Kalau saya lihat dari kacamata saya, semua berita seperti buah saja. Mengapa? karena seperti ada musimnya saja. Belum lupa kasus Nazarudin ada lagi yang baru, mengenai kenerja menteri-menteri yang nakal, lalu musibah kebakaran yang disertai isu kekeringan, adalagi tentang pemerkosaan di dalam kendaraan umum, dan yang paling 'gak penting' adalah rencana pemunduran diri Briptu Norman. *kalau kata teman saya, si Apri "Itu mah peduli setan."

Sempat beberapa kali isu-isu yang lucu tersebut saya angkat kedalam komik saya yang baru, tentunya karena kemarin saya juga berpartisipasi dalam acara 'Wayang&Kita'. Terlepas dari itu semua, saya melihat masalah negeri ini lucu. Karena berkutat tentang masalah yang itu-itu saja.

Seorang teman saya sempat berkata, "Kalo loe gak mau denger berita yang aneh-aneh mendingan buat negara aja sana sendiri?", saya sejenak berfikir, "Kalo gue banyak uang yah pasti gue lakukan, loe-loe, gue-gue!" Tapi memang itu semua memang sudah menjadi budaya. Kalau musimnya mangga semua makan mangga, kalau musim duren yah semuanya juga makan duren. Kalau beritanya yang lagi IN ini kita harus telan bulat-bulat yang sedang IN itu.

Ironis memang yah? tapi biarlah, itu khan sudah menjadi budaya. Harus kita jaga dan kita lestarikan untuk anak cucu kita.

dimanche 7 août 2011

Katalis 'Naik Turunnya Suatu Kehidupan'

Jumat kemarin Heels Phobia baru saja membuat suatu single terbaru yang berjudul 'Katalis' di Tracking Away, dibantu oleh Mas Fiersa Besari dan Mas Ryan.

Bisa dikatakan musik pada lagu ini sedikit berbeda dari yang sudah-sudah, sesuai dengan arti katalis sebenarnya, musik yang disajikan bertempo naik-turun disesuaikan dengan liriknya.

Buat saya sendiri, saya tidak pernah selama kemarin saat mengambil 'take vocal'. Mungkin saja memang saya sudah jarang bernyanyi atau apa.. Yang jelas saat menyanyikan lagu katalis, banyak nada saya yang bergetar. Dan mau tak mau harus di take berulang-ulang.



Tapi satu yang coba digambarkan oleh lagu tersebut adalah keadilan dari suatu kehidupan. Memang lebih idealis, tapi itulah yang coba di gambarkan pada lagu tersebut. Semoga semua yang mendengarkan lagu tersebut dapat meresapi makna dari lagu tersebut.


lundi 1 août 2011

Bienvenue Ramadhan

Pada tahun ini, alhamdulilah saya masih bisa menjalankan ibadah yang menjadi suatu proses pencucian diri yaitu bulan Ramadhan.

Tak terasa ini merupakan ramadhan ke empat yang saya jalankan selama berkuliah di Sastra Perancis Unpad... Dan itu juga menandakan saya memasuki tahun keempat (sebutannya bisa dibilang macan kampus) hahaha.. Saya juga berharap bisa lulus secepatnya dari Sastra Perancis, walaupun itu bukan perkara mudah tapi saya harus optimis bahwa tahun depan saya bisa lulus.

Yah..senang rasanya kembali merasakan suasana bulan ramadhan di Jatinangor. Tepat empat tahun lalu saya ingat betul bahwa pada bulan puasa merupakan bulan awal saya mengenal banyak teman-teman dari sastra perancis karen saat itu bertepatan dengan mabim 2008. Andi Ibnu, Sandy Yudha, dan alm.Geovanni Juventus (Jovan) merupakan rekan berbuka pada saat itu.. Karena memang kita semua belum saling mengenal satu sama lain di angkatan 2008. Saya juga ingat dahulu ada 'Trio' dari sastra perancis 2008 yaitu: Danu, Izul, dan Abi. Kalau bisa dibilang mereka bertiga merupakan pria yang menonjol pada saat itu. (Yah..apalagi semuanya masih lajang dan belum memiliki pasangan)

Mulai dari mencari dana di Dago, Kumpul di depan Gerbang Kampus *yang sekarang menjadi jalan satu arah. Sampai mengadakan acara bakti sosial dan bertemu dengan 'Pak RT' sosok fenomenal bagi saya dan Aii yang sampai saat ini saya tidak tahu siapa namanya.

Saat mencari dana waktu di Dago pun, tim dibagi menjadi dua. Yang saya ingat pada saat itu ada dua teman perempuan saya yang 'slek' perkara buka puasa dimana dan akhirnya kita dibagi dua tim. Apea mungkin bagi tim saya yang kebanyakan laki-laki. Kalau pun ada yang seperti perempuan mungkin cuma Ndit dan Irene saja, karena 'tampilan' Manda dan Ibon lebih cocok dimasukan kategori LAKI.

Saat itu memang tim saya kalah banyak dengan tim yang satunya, tetapi bukannya mencari dana, ujung-ujungnya kami malah menyumbangkan uang kami masing-masing kedalam kardus untuk mengamen. Yang saya ingat rekan di tim saya itu ada Sandy, Aii, Adiyat, Ibon, Manda, Fai, Irene, Gumi, dan Ndith. Kalau tim yang satunya jelas sangat kontras ada Rhia, Femi, Via, Edith, Abi, Oji, Izul, dan Danu. *kalau saya orang waras saya juga pasti lebih senang untuk menyumbangkan uang saya ke tim mereka.

Tapi itulah suatu proses, dimana sampai sekarang saya masih mempunyai teman-teman hebat seperti kalian semua dalam nuansa bulan ramadhan. Dan kalau ada yang menanyakan dimana si Apri? Jawabannya dia masih betah tinggal di Kostannya. *itu alibinya sampai detik ini.

samedi 30 juillet 2011

Dan Ternyata Kamu Pilihan Saya

Kemaren tepat setelah sholat jum'at saya dan apri langsung menuju rumah dosen wali saya, ibu Wandansari. Sebenarnya ini bukan kali pertama saya ke rumah Mme.Wandan, namun pada kesempatan kali ini saya harus berkonsultasi mengenai penjurusan di semester 7 Sastra Perancis Unpad.

Karena saya dan Apri, mahasiswa yang datang kedua terakhir sebelum Danu dan Sandy. Jadi lebih baik mengisi dulu perut yang kosong dengan hidangan yang telah disajikan oleh Mme.Wandan. (Padahal itu alibi saya saja yang telah lapar selama perjalanan dari Jatinangor ke Cilaki)

Satu persatu mahasiswa 2008 kelas A, mulai mengungkapkan keinginannya dalam memilih jurusan. Sekarang memang banyak dari angkatan 2008 yang masuk ke jurusan penerjemahan, sisanya masuk ke sastra dan linguistik.

Sekitar 3 Jam saya berada disana, yah..pokoknya sampai magriblah. Hal itu karena saya ingin mengetahui lebih mendalam tentang masing-masing jurusan dan tentunya tanpa banyak orang, sehingga saya bisa menuangkan apa yang ada didalam diri saya.

Lama saya berbicang dengan Mme.Wandan dan beberapa teman saya yang telat seperti, Ibon, Izul, Danu, dan Sandy. "Memang semua jurusan itu susah.. Dan kalau mau mudah yah gak usah kuliah." itu kata mme.wandan kepada kita.

Dengan semua petuah dan wejangan yang diberikan saya sudah bulat untuk memilih Sastra. Dan semoga apa yang saya pilih ini merupakan sesuatu yang tepat dan berguna dalam hidup saya.

Sastra Let's roll with Me!!!

samedi 23 juillet 2011

Terima Kasih Pak Raden

Dalam meperingati Hari Anak Nasional, saya berkesempatan menghadiri cara yang bejudul 'Terima Kasih Pak Raden' dimana pada acara tersebut hadir bapak drs. Suyadi atau yang bisa kita kenal dengan tokoh Pak Raden.

Acara ini diawali dengan pemutaran film Si Unyil yang dulu ditayangkan di TVRI. Cukup klasik memang, seolah saya kembali lagi menjadi anak-anak. Setelah penayangan film Si Unyil, akhirnya sosok Pak Raden muncul. Walaupun dengan kondisi yang tak segagah dahulu..Pak Raden tetap bersemangat mendongeng pada kesempatan tersebut.

Beliau mendongengkan salah satu karyanya yaitu : Si Kancil dan Raja Rimba. Meskipun ceritanya sederhana namun pesan yang disampaikan syarat akan nilai-nilai moral. Dan itulah yang saya rasa sudah mulai berkurang pada tontonan anak-anak di televisi.

Dan disela-sela acara Pak Raden mengajak semua anak-anak untuk bernyanyi 'Saya Pintar Karena Saya Suka Membaca'. Salah satu anak yang hadir pun berani bernyanyi di depan bersama Pak Raden yang diiringi oleh Kak Mondo dari Sore dan Kak Cholili dari Efek Rumah Kaca.


Benar-benar suatu pertunjukan yang langka untuk kita temui pada stasiun televisi di Indonesia. Yah..semoga saja semua Insan Pertelevisian bisa kembali membangkitkan kejaan 'Tayangan anak yang mendidik dan sesuai dengan usia mereka.'

lundi 27 juin 2011

Au Revoir, Mon Ami

Dalam waktu yang cukup berdekatan, saya kembali kehilangan teman SMA saya. Alm.Imad merupakan teman yang cukup ceria, himoris, dan usil. Saya memang sekelas dengannya saat duduk di kelas 1 SMA. Dia selalu duduk di kursi belakang bersama dengan temannya yang berpostur mungil, Fahri Abdullah atau biasa yang disebut Cebonk.

Banyak kejadian jenaka saat duduk di kelas satu SMA. Mulai dari mengusuli guru, cerita-cerita kotor, sampai bercanda saat sholat jum'at. Imad yang berbadan gemuk sering disamakan dengan Mr.Irawan, guru dari BE *semacam lembaga bahasa inggris yang berkerjasama dengan sekolah saya.

Rekan saya itu memang pribadi yang sederhana dan jenaka. Lalu kemarin lusa saya mendapatkan kabar dari jejaring sosial tentang kepergian rekan saya itu.

Imad mengalami kecelakaan kerja, entah apa penyebabnya. Cuma satu hal yang pasti, jasadnya mungkin telah pergi namun sifat jenakanya selalu hidup di kepala saya.

Selamat jalan kawan, semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk mu.

mercredi 22 juin 2011

Heels Phobia di La fete de la musique

Selasa, 21 Juni 2011 merupakan hari yang sangat berkesan untuk saya, saya merasa sedang asiknya bermimpi dan merealisasikannya menjadi kenyataan. Meskipun tanpa adanya Pogi dan Nanda, tetapi penampilan pada siang itu cukup keren untuk saya.

Saya dibantu oleh 3 teman saya sekaligus orang yang istimewa bagi Heels Phobia.. Rayhan dari Vickyvette, Indro dari Everlasting Saturnus, dan Dewee dari Tryangle. Sejujurnya saya merasa tidak enak kemereka semua, karena jumlah penonton yang memenuhi auditorium CCF Bandung, tidak terlalu banyak.

Dari 5 band sebelum kami, 3 diantaranya membatalkan tampil. Yah..mungkin karena waktu tampil mereka bukan pada rush-hour. Tetapi hal tersebut memberikan keuntungan bagi Heels Phobia, karena bisa tampil 10 menit lebih lama dari waktu yang diberikan oleh panitia CCF. Total kami tampil menjadi 35 menit. Hehehehe.

Mulai dari cek sound, hingga masuknya MC sudah menghabiskan sekitar 10 menit dan pertunjukan langung dibuka dengan membawakan lagu dari efek rumah kaca, di udara. Mungkin karena canggung atau tegang, Hedi tidak menyadari bahwa gitarnya agak sedikit fals. Setelah lagu pertama selesai, 'kefals-an' itu pun berhenti.

High and dry, berikutnya Paralisis menjadi lagu kami selanjutnya. Dan pada pertengahan lagu Paralisis saya baru melihat kedatangan teman-teman kampus saya seperti; Apri, Sandy, Ibon, Aii, dan Edho. Kemudian Riri baru datang pada lagu terakhir yaitu : Life in Technicolor II.

Tetapi saya pribadi mengucapkan terima kasih kepada kalian semua yang telah mendukung Heels Phobia hingga saat ini, kalian semua mungkin menjadi alasan untuk Heels Phobia, supaya selalu konsisten pada musik kami dan kembali melukiskan makna tiap kehidupan.

Terakhir untuk Rayhan, Indro dan Dewee. Kalian semua adalah idola bagi saya. Senang bisa tampil dan memainkan Paralisis bersama kalian semua. Banyak pelajaran yang dapat Heels Phobia ambil dari kalian. Merci beaucoup mes amis!

Ini gambar yang paling saya sukai

TIGA TEMAN YANG MEMBANTU HEELS PHOBIA

Dwiki Hardika

Rayhan Sudrajat

Indra Trisatya Putra

MERCI BEAUCOUP TOUT LE MONDE!

samedi 11 juin 2011

Ketika Tenggorokan Merdang

H-10 sebelum menuju pementasan di CCF saya mengalami penyakit yang menyiksa untuk seorang penyanyi. Yaitu radang tenggorokan, terdengar 'lebay' memang namun, radang ini sudah mencapai hari ke lima.

Semua obat sampai larutan penyegar rasanya sudah tidak mempan untuk saya. Semakin terasa menyiksa apalagi saat menelan makanan.

Semoga dalam masa penyembuan ini kondisi saya semakin membaik dan Heels Phobia bisa menampilkan penampilan yang baik pula.

lundi 6 juin 2011

Perang Di Kamar Mandi

Tadi sore menjelang magrib. Saya baru saja sampai di kostan sehabis dari ibu kota. Seperti biasa, suasana Jatinangor kembali menjadi wilayah pelajar, apalagi besoknya ada Ujian Akhir Semester.

Saya sendiri langsung merapihkan kamar, dan begitu saya menyalakan lampu kamar mandi. Saya mendengar suara yang aneh dan benar saja begitu saya buka pintu..ada sekumpulan kecoa yang lari kocar-kacir begitu saya membuka pintu.

Saat itu saya hanya berfikir biasa saja,karena memang saya sedang tidak menggunakan kaca mata. Saya langsung mengambil obat pembunuh serangga dan kaca mata saya. Dan begitu say semprot sekali saya melihat mereka justru malah makin nekat ingin keluar dari kamar mandi. Saya terus menyemprotnya sampe obat nyamuk yang ada setengah botol itu habis.

Saya langsung menutup pintu kamar mandi saya lalu menunggu sekitar setengah jam sampai saya sempat menumpang sholat di kamar Waris. Dan ketika saya kembali memang kecoa-kecoa tersebut sudah tewas, namun karena lantai kamar mandi saya yang cukup gelap ditambah penglihatan yang kurang tajam saya tidak memperhatikan sidut dikamar mandi kostan saya.

Saat itu saya langsung terkejut..ada puluhan atau bahkan ratusan bayi kecoa yang baru menetas dari telurnya. Mungkin kecoa yanh tadi menyerang saya ratunya atau bukan..yang jelas tanpa pikir panjang saya menyiram mereka semua dengan karbol. Hal itu dikarenakan obat serangganya telah habis..

Luar biasa perlawanan mereka, menyebar ke segala sisi dikamar mandi saya. Saya sempat bingung "kok bisa sebanyak itu..."

Saya kembali membiarkan mereka tewas secara perlahan. Termasuk dengan menuliskan cerita ini saya menunggi mereka semua tewas. Dan ternyata masih ada lagi sati kecoa besar dan dua kecoa sedang. Gila sekali.. Pikir saya, perasaan saya kamar mandi saya tidak sebegitu joroknya sehingga kecoa bisa bebas beranakpinak.

Akan tetapi setelah difikir-fikir mungkin karena faktor letak kamar saya yang dibawah sehingga para kecoa dengan mudah berkembang biak, mungkin juga sebagai pelarian dari saluran air. Bisa juga karena kampe kamar mandi saya habis,mereka bisa bebasnya beranak dikamar saya. Namun Waris memiliki premis sendiri, dia bilang "mungkin karena di kamar mandi loe lagi gak ada 'opak' mereka jadi dengan mudahnya beranak disana." anda setuju dengannya? Kalau saya merasa itu sepekulasi yang bodoh...

posted from Bloggeroid

vendredi 3 juin 2011

Sifu Arif

Suatu kebanggaan untuk saya mengenal orang ini, mengapa tidak? buat saya dia merupakan orang yang jelas melihat hidup, walaupun banyak kata-katanya yang absurd untuk ditela'ah lebih mendalam. Sewaktu semester satu kuliah di sastra perancis saya pernah mendapatkan hukuman dari dosen saya Pak Iwan Krisnanto intinya saya susah membedakan kata kerja Raconter dengan Rencontrer sampai-sampai saya disuruh keluar kelas oleh Monsieur Iwan untuk membedakan kata kerja tersebut.

Saya fikir itu memang hari sial buat saya, lalu saya berfikir untuk bertanya pada sifu saya itu dengan bantuan sms yang bunyinya "Rif, tulisan verba bertemu itu Raconter atau Rencontrer?" tidak ada beberapa menit, dia membalasnya dengan gayanya "Owh...Rencontrer lik.. tapi inget, kalo verba itu mah gak perlu pake avec lagi karena itu COD..bla..bla.." Dalam hati memang jawaban yang diberikan itu lebih dari puas, akan tetapi kalo penjabaran panjang seperti itu nampaknya kurang tepat untuk posisi saya saat itu.

Begitu saya kembali ke kelas, saya harus menunggu karena Dizza sedang dimarahi oleh Monsieur Iwan, sampai ia di tes oleh Monsieur Iwan. Saya sempat berfikir "Dizza aja yang pinter gitu dimarahin apa lagi gue? Matii gue!" Dan benar saja Monsieur Iwan makin menjadi-jadi ke Dizza, dengan memberikan ujian "Dizza, silakan hafalkan 100 kata kerja setiap hari?" dengan wajah yang memelas Dizza hanya mengangukkan kepalanya. Kelas pun menjadi sunyi... Pada endingnya Monsieur Iwan berkata lagi, "Oke, Itu kado dari saya!" *Seisi kelas pun tertawa, dan bodohnya mereka bukan menertawakan Dizza, tetapi saya yang telah memasang muka pucat. Dan begitu ditanya lagi "Gimana verbanya saliki?" Apa yang tadi saya ingat yah lupa...

Mungkin ini faktor sms si Arif yang panjang mengirimkan sms ke saya. Entah mengapa, rasanya takdir memilih kita menjadi muridnya, bisa dilihat setiap murid dan gurunya wataknya tidak jauh berbeda. Arif yang mengajar Saya, Ai, Apri, Danu, Abi, dan Izul. Bisa dibilang metode belajarnya pun berbeda, karena kita lebih banyak sharing dan saling mencela satu sama lain. Hehehehe... Apa lagi mengenai obrolan wanita yang memiliki dada besar, bisa panjang pembicaraan kita.

Slow but sure, mungkin itulah gambaran seorang Arif. Sampai menjelang kelulusannya pun masih ada saja kelakuan kakek tua nakal itu. Tetapi satu yang bertanya-tanya mengapa nama Dinda menjadi murid pertama yang disebutkannya dalam lembar Skripsi. Memang bisa saja orang itu.

Selepas kelulusannya memang jarang bertemu ia lagi, terakhir saat ramadhan tahun lalu di Pajawan. Saat saya bertanya materi Tata Bahasa Perancis, dia hanya cengengesan dan berkata "Sekarang justru kebalik, gue yang harus belajar bahasa perancis sama kalian? fufufufu..." Benar-benar orang yang memiliki gaya yang tersendiri.

jeudi 2 juin 2011

Juni Dengan Sejuta Mimpi

Memasuki bulan yang baru, tentunya itulah yang ditunggu-tunggu oleh para anak kostan seperti saya. Akan tetapi bulan juni kali menjadi sesuatu yang special, selain uang bulanan yang sudah membaik.

Hal yang membuatnya berbeda adalah UAS. Tidak terasa semester yang menjenuhkan 5-6 akan berakhir.. Dan saya harus berjuang penuh pada nilai-nilai saya, karena penjurusan sudah menanti saya. Tidak hanya UAS, ujian Delf B1 sendiri ada dibulan juni. Semoga pada bulan ini segala urusan yang berhubungan dengan akademik saya berjalan dengan baik. *Amieen ya Allah.

Berbicara non-akademik pastinya saya sendiri sedang mempersiapkan dan mengatur tujuan hidup. Di Juni kali ini..saya juga kembali harus menunjukan performa terbaik dalam acara La Fete de La Musique yang diadakan di CCF Bandung.

Puncak Klimaks yang sangat manis nantinya untuk saya. Yah semoga semua berjalan dengan semestinya.. Baik itu akademik maupun non-akademik. Semoga resolusi di Juni ini terwujud.

Untuk pagi yang sunyi dan semua orang yang selalu menopang saya berjalan. -liki

mercredi 1 juin 2011

Selamat Hari Pancasila (Kalau Saya Jadi Presiden)

Halo, para pembaca.. lama saya tidak memperbaruhi blog menjijikan ini, namun hal yang membuat saya kembali menulis bukan karena oknum partai yang sedang memberikan pembelaan melalui media blog. *saya juga masih di pulau jawa kok, tidak pergi ke Singapura. Fufufufufu...

Hari ini semua orang sibuk membicarakan dasar negara republik ini yaitu : Pancasila.
Ada yang berapi-api membicarakan dasar negara tersebut, ada yang masa bodo, ada yang menjadikannya sebagai alat memperkuat diri serta memperbaiki reputasi, dan masih banyak lagi.

Belum hilang dari ingatan saya, saat melihat televisi dan begitu diwawancarai "Apa arti pancasila untuk anda?" dia menjawabnya dengan intonasi yang lantang dan menggebu-gebu. *saya tidak perlu menjabarkannya, karena isinya hanya bualan. Lalu ketika ia kembali ditanya "Sila ke-2 apa bunyinya?" dia hanya menjawab "Erggghhh...anda ngetes saya...bla..bla.." *Yah...isinya mah udah 'berak'

Yah, memang sangat memprihatinkan.. Kalau saya diposisinya mungkin saya bilang saja "Sudah lupa tuh" kepalang malu, tapi yasudahlah..memang itu adanya. Memang kalau saya lihat banyak orang yang hanya bisa mengkritik tetapi tidak memberikan solusi. Seperti apa yang dikatakan oleh teman saya Reza "Kalo loe mau kritik, loe harus bisa memberi solusi dari kritik loe itu." saya rasa kejadian itu merupakan efek samping dari masyarakat yang hobbynya mengkritik.

Saya fikir Pancasila mulai bergeser maknanya... Nampaknya, setiap hari senin semua penduduk Indonesia harus ada yang namanya Upacara, tidak hanya anak sekolahan. Baik mahasiswa, pegawai negeri, pegawai swasta, sampai presiden dan aparatnya harus ikut upacara bendera. *minimal baca pancasila bareng-barenglah.. karena gak mungkin juga baca janji siswa.

Kalau saya gambarkan mungkin suasananya sama seperti puisi karya Babe Inang, Upacara Seenaknya. Walaupun seenaknya tetapi yah..sudahlah.. namanya juga upacara untuk melatih ingatan otak akan Pancasila, perihal mendalaminya untuk membangun negara yang makmur..bla..bla.. itu sih itu nomer belakang. Karena kalau menurut teman saya yang setengah waras, Andi Ibnu "Tak kenal maka tak sayang, kenal lebih jauh, lebih sayang"

Yah..gak perlu yang ribet, simpel namun berkesan.. Itulah Pancasila untuk saya.

samedi 7 mai 2011

Selamat Ulang Tahun Riri

Tepat hari ini, 7 Mei 2011 merupakan hari yang bahagia mungkin untuk pacar saya, RIRI. Karena hari ini ia baru saya menginjak umur 20 tahun. Tadi malam tepat pukul 00.00 WIB, saya ditemani oleh teman saya Edith berhasil membuat kejutan kecil untuknya, terima kasih juga untuk semua teman-temannya Riri yang sudah membantu saya : Nayla, Nia dan Garma.

Sebenarnya saat mencari hadiah yang pas, saya ditemani oleh Edith untuk mencari barang-barang untuk perempuan. Ada yang pas dan mecing buat dia, tepai selalu saja "ukurannya tidak ada yang pas" (Kayaknya kamu emang perlu diet Ri..xp) Setelah berkeliling dari bebagai toko akhirnya saya menemukan benda yang sekiranya pas untuknya, yaitu : flatshoes warna biru gelap (Yang penting bentuknya simple dan sedap dipandang)

Sesudah itu saya langsung membelikan kue ulang tahun yang sederhana juga disekitar Jl.Supratman. Untuk pengemasan kado, saya juga dibantu oleh Mbak Laras. Walaupun sampulnya engga banget tetapi jadi terlihat ekecing en pakejing. *Thanks loh Mbak.

Tadinya rencana sedikit berubah saat penjaga kostannya Nayla enggan untuk membukakan pintu gerbang kostannya, namun setelah panjang lebar bernegosiasi alhasil pihak penjaga kostan bisa luluh akan hal tersebut dan ketika pintu dibuka wajah saya yang menjijikan ini muncul secara tiba-tiba (Untung gak ada yang muntah) Dengan malu-malu tapi mau akhirnya Riri meniup lilin berangka 20 itu, dilanjutkan dengan memberikan kue tersebut kepada saya, Edith dan untuk teman-temannya (mungkin setalah saya pulang). Selanjutnya Riri membuka kado yang telah dibungkus rapih tersebut, walaupun agak sedikit kebesaran tetapi tetapi terlihat pas dengan penampilan dan badan pacar saya itu.

Tidak begitu banyak kata-kata yang terucap dari saya, semoga diumur yang bertambah ini, "Riri mendapatkan segala kebaikan dan kesehatan." Amien

mercredi 4 mai 2011

Cuma Iseng

Berikut ini adalah beberapa komik saya yang belum dilirik penerbit manapun, semoga ada penerbit yang sedang mengantuk dan menandatangani kontrak dengan saya. fufufufu..




Sekian!

Jalan Terus

Halo, para pengunjung blog sampah ini, dalam hati kalian pasti berkata "udah tahu sampah, masih aja posting tulisan..." tapi apa salahnya blog ini menjadi tempat sampah bagi semua unek-unek saya.

Setelah hampir satu bulan absen, saya kembali hadir disini. diantara anda pasti ada yang berkata "emang gue pikirin!". fufufu... tetapi saya akan menceritakan beberapa aktifitas saya di kampus biru langit. Setelah satu tahun kepengurusan HIMAPER periode 2010-2011, akhirnya saya telah menyelesaikan amanat sebagai wakil 3 yang membawahi Departement Seni Budaya dan Teknologi Informatika, terimakasih kepada semua rekan-rekan yang telah bekerja sama dalam kepengurusan tersebut.

Tentunya masih banyak kekurangan yang saya lakukan, tetapi semoga rekan-rekan 2009 dan 2010 bisa lebih baik kedepannya dalam menjalankan kepengurusan di HIMAPER. Dengan begitupula satu tugas telah selesai, kembali dengan target kuliah dan masa depan saya yang masih penuh dengan angin badai dan berjuta krikil tajam, tetapi semuanya harus dijalani terus tanpa menyerah, tanpa mengenal lelah, demi satu tujuan "LIKI ADA DAN BISA!"

Terlihat seperti melankolis memang. hahaha... mungkin karena akhir-akhir ini saya sedang sukanya membaca karya-karya romantisme. Mari kita lanjutkan perjuangan.

vendredi 15 avril 2011

Piano di Mancawarna

Kamis tanggal 14 April 2011, saya dan beberapa teman-teman dari teater l'apostrophe dan satre diajak untuk berpartisipasi dalam acara Mancawarna Sarasvati, sebuah konser lokal yang setara dengan konser international. Seperti yang sebelumnya kami berperan sebagai Properti Hidup. Mas Luki selaku Art Director pada acara tersebut mendesain sedemikian rupa ruangan tersebut, sesuai dengan warna musik dari Sarasvati.

Beberapa dari kami ada yang membaur bersama penonton dan sisanya menjadi properti hidup (Happening Art), Om Ricky Arnold selaku senior saya menyatakan, "Peran loe simple banget ki..tangan cuma keluar aja kok.." saya bertanya "Muke gue gak keliatan?", "Iya, jadi loe bisa duduk atau gimana kek?". Sepintas sih itu mudah rasanya, malah saya sempat berfikir bisa duduk manis disertai dengan segelas minuman segar, saya pun sempat mencoba untuk duduk dengan posisi santai, tetapi Luki menyatakan, "Tenang nanti ada kursi kok." Fikiran saya semakin jauh menikmati betapa santainya saya.

Acara dimulai saat matahari menutup sinarnya, saya bergegas menuju lokasi yang telah disiapkan oleh tim, si gendut 'Apri' malah lebih tersiksa karena harus duduk dikursi listrik seperti film shaolin popeye. Saya mulai mengulurkan tangan keluar dengan posisi yang bisa dibilang jauh dari ekspektasi saya, saya harus berdiri, muka tertutup oleh kain hitam dan sesekali tangan saya ditarik, disentil, bahkan sampai disuruh memegang puntung rokok.

Oke, itu semua memang peran, kecil dan besarnya semua memiliki peranannya sendiri, tergantung kita mendalaminya. Jujur memang pada menit-menit pertama saya masih santai, dan olahrasa saya belum terlalu jauh dalam peran orang yang sedang dikremasi. Beberapa menit sebelum acara dimulai beberapa pelatih saya seperti Mbak Nifa dan Titin sempat menanyakan apakah saya haus dan ingin minum, saya menjawabnya sangat datar, "engga.." Selanjutnya ada beberapa orang pengunjung yang menyadari saya dibelakang jendela tersebut. Sehingga anak buah Luki membetulkan posisi saya.

Kira-kira saat lagu question dimainkan saya mendengar intro yang dimainkan oleh piano, saya berfikir itu memang bagian dari acara, sehingga saya tidak asing untuk mendengarnya. Kali ini suara piano kembali terdengar, ternyata ruangan yang saya tempati itu terdapat sebuah piano. Saya tidak berfikir kemana-mana, yang saya rasakan hanya hawa yang berbeda. Mungkin cuma angin, tetapi itu khan piano bukan keyboard, fikir saya.

Saya mulai merasa aneh atas kejadian tersebut, lalu ada beberapa penonton yang keliatannya mengetahui keberadaan saya, maka dari itu saya berinisiatif untuk mematikan lampu diruang tersebut, dan "eng-ing-eng" mahkluk yang aneh muncul disebelah saya, spontan saya semakin merinding dan tangan rasanya mati, sangat dingin. Tapi hal tersebut justru membantu saya untuk olahrasa. Dan saya tetap berfikiran positif akan hal tersebut, sampai ada seorang penonton yang melepaskan kain hitam dihadapan saya, sekarang semua orang sudah melihat wajah saya yang sudah pucat, dan menjadi lebih pucat. Setidaknya saya bisa melihat sisi lain dari ruangan, bukan melihat piano saja.

Saat itu saya hanya berfikir hal-hal yang konyol, seperti kisah salah seorang crew mengenakan sebuah kaos yang bertuliskan "Speak English or Die" namun, pada saat berbicara dia mengeluarkan logat sunda yang kental. hehehehe...

Overall, pengunjung merasakan kepuasan yang berbeda dalam menikmati sebuah konser musik. Selamat untuk Mbak Risa Saraswati dengan Sarasvatinya, yang malam itu menggambarkan betapa kayanya kreasi dan karya para seniman Indonesia.

jeudi 31 mars 2011

Maret Kelabu

Sebenarnya tidak sepenuhnya apa yang terjadi pada bulan ini kelabu, tetapi menutup akhir bulan ini sahabat, sekaligus kakak bagi rekan-rekan di Heels Phobia. Muamar Maulana atau yang akrab disapa Lana itu pun menutup usia pada umur 21 tahun, pada hari selasa kemarin (29 Maret 2011)

Menurut kaca mata saya pribadi beliau memang orang yang sangat menyenangkan, saya teringat pada saat pertama kali berjumpa dengan alm. dia merupakan sosok yang pendiam dan pasrah saat dicela namun, saat itu saya yang memang suka mengomentari orang. Sedikit demi sedikit karena mungkin bergaul dengan saya, alm. yang pendiam menjadi sosok yang pecicilan dan sudah bisa mencela orang, termasuk saya. Hahahahaha...muridnya sudah melampaui gurunya.

Alm. juga merupakan pribadi yang sangat gamblang dan jujur, selalu mengometari kalau memang bagus, yah dia bilang bagus. sebaliknya bila itu jelek yah dia katakan jelek. Asal mulanya saya terjun ke dunia Teater saat SMA juga tidak lepas dari perannya. Pementasan terakhir saya dengannya adalah memainkan teater dengan judul Upacara Seenaknya yang merupakan representasi dari sebuah karya dari guru SMA saya pada saat itu, pementasannya berlangsung di gedung menza, Salemba.

Setelah lulus SMA kami memang jarang bertemu, paling hanya menanyakan kabar via sms atau pun facebook, tak terfikirkan oleh saya pada ulang tahun saya yang 21 kemarin, dia masih sempat mengucapkan selamat kepada saya lalu terakhir saya berkomunikasi dengannya adalah saat menanyakan tentang hewan peliharaannya.

Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, pertemuan terakhir saat melihatnya terjatuh membuat saya masih dipupuk rasa ketidakpercayaan. Meskipun dia sudah pergi, tetapi disaat terakhir saya sudah bisa membuatnya kembali tersenyum kecil dengan cerita konyol yang pernah dilalui, semoga kamu tenang disana sahabat.

"Terang dan takan pernah padam, seperti barisan bintang didalam kelam..."

vendredi 25 mars 2011

100% Kembali Pada Kemauan

Sore tadi saya dan beberapa teman saya menjenguk teman saya, Lana. Kami tiba disana tepat saat Adzan Magrib berkumandang sedikit tidak enak kepada keluarganya memang, tapi hal ini memang diutamakan untuk melihat sendiri kabar terakhir dari sahabat saya itu.

Awal kedatangan kami, kami disambut hangat oleh pihak keluarga Lana, terutama oleh Ayah dan Ibunya, setelah berbincang-bincang sedikit akhirnya saya bertemu langsung dengan Lana, dia hanya bisa terbaring diatas tempat tidur, dan terbujur kaku. Dari raut wajahnya terlihat jelas goresan keringat yang mengucur deras ditambah dengan bibirnya yang kering seolah menggambarkan suhu tubuhnya yang tidak seperti biasanya, dengan sebuah kaos oblong dan kain sarung Lana yang tadinya berbadan tambun kini terlihat sangat kurus, bahkan lebih kurus dari saya.

Sebelumnya saya melihatnya lebih dekat, saya seolah berat melangkah, badan saya terasa lemas bahkan isi dikepala saya tidak percaya bahwa sahabat saya itu hanya bisa terbaring kaku. Saat itu ayahnya langsung mencairkan suasana "Lana, ini siapa nih yang datang?" Ia hanya bisa mengeleng-gelengkan kepalanya. "Tuhan, dia juga sampai lupa siapa saya?" dalam hati saya berkata. "Hei, Bang! Liki nih..Inget gak? Terakhir kita khan main bareng di UI.." Ia hanya bisa menatap saya dengan penuh kekosongan. Namun, kembali lagi ayahnya mencairkan suasana, "Ini na..Liki yang suka main bareng dulu.." Akhirnya ia tersenyum dan menganggukan kepalanya. Lalu saya bertanya pada ayahnya, "Kenapa penyebabnya Lana bisa begini om?" Singkat cerita Ayahnya menceritakan tentang apa yang Lana pernah ceritakan kepada saya saat SMA yaitu mengenai Ginjal namun, apa yang menyebabkan sampai ia seperti ini saya masih bingung, sampai pada saat saya ingin bertanya lebih lanjut, Pogi, Mira dan Uci baru menyusul masuk ke Kamar, sehingga ayah dari Lana, mempersilakan kita untuk 'ngobrol' lebih dekat Lana. Hampir bisa dilihat dari wajah teman-teman saya itu, seperti 'Tidak Percaya' kalau Lana yang ceria menjadi seperti ini. Sempat beberapa kali saya dan teman-teman mengajaknya berinteraksi sampai memberinya minum, karena mungkin Ia sangat kehausan namun saat minum pun Lana sangat sulit untuk menelannya kembali.

Akhirnya setelah 10 menit berinteraksi kami pun, memberikan waktu kepada Lana untuk beristirahat. Dan obrolan kali ini juga berlanjut dengan orang tua Lana, kembali saya penasaran sebab penyakit dari teman saya itu, dengan raut wajah yang sedikit sedih dan tenang, Ibunya mengatakan, "Sekitar bulan puasa kemarin, Lana berhenti konsumsi obat-obatan dari dokter.. tante pun gak tahu, setiap pagi mau kuliah tante tanyain kan 'Lana Obatnya udah di minum', dia cuma jawab udah..udah..udah.." Tutur ibunya kepada kami, "Nah, alasannya dia berhenti minum obat kenapa tante?" tanya saya "Iya, jadi sebelumnya Lana sendirian yang browsing tentang obat-obat yang berbahaya buat otak dan syaraf, saat dibaca tertera bahwa obat yang selama ini dia konsumsi termasuk didalamnya, makanya dia berhenti.. tiba-tiba minggu yang lalu ambruk aja."

Disini saya sempat berfikir, "berarti itu khan mal-praktek bukan?" saya langsung bertanya, "kenapa gak dilaporin aja tante?" si Ibu menjawab, "Yah, kalo hasilnya Lana bisa sembuh? Dari pada capek ladenin yang begituan yang penting si Lana sembuh udah cukup kok, apa lagi dia udah trauma dengan Rumah Sakit, sekarang mendingan pengobatan tradisional ajalah, lagian kalo dibawa kerumah sakit lagi pasti dikasih obat yang sama, percuma aja selama beberapa bulan Lana stop ketergantungan obatnya."

Setelah itu saya berfikir dan terus berfikir sampai saat ini saya menulis, apabila saya menjadi Lana saya pasti berusaha berhenti ketergantungan obat tersebut namun, jika saya juga menjadi dokter perbuatan itu mungkin tidak mutlak disalahkan, apabila ingin memberikan harapan kepada pasein untuk melawan penyakitnya terlebih untuk harapan kepada orang tua. Orang tua mana yang tidak ingin melihat anaknya tumbuh berkembang. Sungguh suatu masalah yang ada diluar nalar. Dokter bisa berkata apapun dari hasil medis namun, saya percaya keajaiban itu ada dan semuanya kembali kepada kemauan si pasien untuk sembuh.

Dan saya percaya, teman saya Lana memiliki itu.

mardi 22 mars 2011

Without HIM, I'm NOTHING!

Dia merupakan orang yang sangat berperan dalam hidup saya, seorang teman, seorang saudara, atau bahkan keluarga. Awal mulanya saya hanyalah seorang yang biasa saja, sampai pada kelas 2 SMA saya bertemu dengan rekan saya tersebut. Ia bernama Muamar Maulana, awalnya beberapa teman band saya sudah mengenalnya, ia juga akrab di sapa Pak Gemboz. Nama itu diberikan mungkin karena badannya yang sedikit gempal.

Ia merupakan pribadi yang sederhana dan menyenangkan, tak hayal Lana yang tadinya pendiam dan murung, mulai menjadi sosok yang periang dan sudah mulai pintar mencela orang (Mungkin karena tertular dari pergaulan saya juga), mulai dari sekolah, traveling, olimpiade komputer, sampai saya menjadi Trax Ambassador pada tahun 2007, pribadi Lana masih kental di kepala saya.

Sampai pada suatu hari saya memberanikan diri menanyakan kepadanya, "alasan dirinya selalu minum obat", awal mulanya ia acuh, namun dia berusaha menumpahkan rasa sakit yang ia derita, hampir 6 tahun dia ketergantungan pada obat-obatan dan sering bolak-balik ke Rumah Sakit untuk Medical Cheek Up. Karena selama ini Lana yang periang harus menderita sakit akan Ginjalnya.

Selepas SMA kami memang jarang berinteraksi secara intens, apalagi saya harus keluar kota.. Terakhir saya masih bertemu dengan Lana pada saat penampilan Heels Phobia di Poltek UI, saat itu kondisinya pun masih tampak segar bugar dan riang.

Sungguh suatu hal yang bisa dikatakan "Petir di Siang Bolong" ketika saya mendapat kabar sahabat saya itu, Collapse karena tanpa dia mungkin, tidak ada kehidupan saya yang seperti sekarang, tidak ada yang namanya Heels Phobia, karena tanpa dia, saya mungkin bukan apa-apa..

24 Hours isn't enough!

Itu istilah yang memang berjalan dalam hidup saya. Semester ini merupakan semester yang sangat padat, padahal sekarang sudah masuk tahun ke tiga dan saya berada di semester 6 namun, beban SKS masih saja padat, tanpa saya mengulang satu matakuliah pun paket SKS tetap saja 25 SKS. luar biasa...

Makalah, Presentasi, Membaca, serta berbagai tugas kuliah seolah menjadi teman setia saya akhir-akhir ini...

Kuliah dari pukul delapan pagi sampai empat sore, pulangnya berkencan dengan tugas, sampai larut malam..dan esok paginya juga seperti itu.. Saya merasa waktu 24 Jam seolah masih kurang...

Hari yang panjang nampaknya akan terus berjalan...

samedi 5 mars 2011

That's Simple... and Perfect!

Saat ini semuanya terasa kosong, bukan karena apa-apa juga saya berkata seperti itu. Tanpa harus bermenye-menye dan bla..bla..bla.. Saya merasakan klimas yang luar biasa dalam beberapa hari belakangan ini atau bahkan, untuk hari-hari berikutnya.

Satu sendok gula pasir yang larut dalam segelas air
Kalau saya pesulap mungkin saya bisa memisahkan gula yang telah larut menjadi padat kembali.

Sulit terlepas dari kepala saya bayangan dari kegagalan, dimana saya harus memutar balikan otak kiri menjadi otak kanan, atau malah sebaliknya. Semuanya bertemu pada satu sudut di otak saya, mengendap kemuadian pecah, dan berserakan tak teratur.

Disharmonisasi ini harus berakhir, harus ada perubahan. Menjalankan apa yang harus dijalankan, menata ulang apa yang sudah berantakan, bangkit dari keterpurukan. Semua hal yang KONYOL ini mengambarkan betapa, belum dewasanya saya menjalani kehidupan ini.
Tetapi hal seperti itu masih sebagian kecil dari masalah kehidupan. Soon or Later...
Kekalahan hari ini menjadi guru yang mengajarkan saya untuk belajar menjadi pemenang kedepannya.

Mungkin itu sekilas bagian dari sebuah KEHIDUPAN.

samedi 26 février 2011

Aduh Kasep Na nih Akang!

Ini merupakan kejadian yang jauh dari hal yang namanya LOGIKA, oke saya tidak mau membicarakan Logika lebih mendalam tetapi ada kejadian yang SUPER BODOH dihari ini. Karena ada urusan mendadak saya harus kembali ke Jakarta memang, itu hal yang membosankan apalagai baru seminggu saya meninggalkan ibu kota.
Singkat cerita, sebelum saya sampai dirumah saya menyempatkan untuk mampir disebuah toko musik di pusat perbelanjaan di Jakarta, dan kebetulan juga saya membawa jam tangan saya, yang mempunyai masalah dalam pengaturan tanggal. Saya berfikir, "Ah, mumpung gue disini sekalian aja gue tanya. Toh nanya juga gak bayar?".
Karena letak toko musik yang saya tuju tidak jauh dari toko jam tersebut akhirnya saya pergi dulu ke toko musik tersebut dengan membeli Album ke-7 dari Sheila On 7 dengan judul 'Berlayar' nice album overall.
Kemudian saya menuju toko jam tersebut dan percakapan bodoh pun dimulai antara saya dengan seorang sales yang terlihat amatir. "Mas, saya mau nanya. Jam saya ada trouble buat atur tanggalnya padahal sudah direstart berkali-kali. Masalahnya dimana yah?" Lalu dengan datar dia menjawab, "Jamnya swacth mas?" Pembicaraan sempat hening.. Dan saya menjawab, "Kalo bukan swacth ngapain saya ke sini mas??" sambil menujukan jam saya, tanpa mengatakan maaf atau rasa bersalah dia hanya mengatakan, "Oh..silakan sama mas yang itu!" Sambil menunjuk rekannya yang 'memang' lebih mengerti dan tahu sopan santun.
Obrolan saya lanjutkan dengan sales yang satunya.. namun, saya tetap berfikir dengan kejadian tadi, "Itu orang bodoh atau apa? Jelas loe bisa lihat jam gue, dan selain itu masa iya gue masuk ke toko yang bukan toko resminya?" kalo dia itu kawan saya pasti saya akan mencela, "Aduh..'Kasepnya' si akang!" Sungguh hari yang bodoh!

jeudi 24 février 2011

Sudut Kota

Satuhari yang berharga adalah menikmati kebersamaan bersama teman-teman, menjelang KKN, Saya, Aii, Editha, dan Apri. Menghabiskan waktu berwisatakuliner, memang moment ini jarang terjadi karena, aktifitas dari kami memang luar biasa sibuknya.

Sebelumnya memang hanya saya, Apri, dan Edith yang berencana ke daerah Cikini dan sekitarnya dengan menggunakan Bajaj,apa lagi sensasi yang diberikan oleh bajaj benar-benar membuat pantat menjadi bergetar layaknya goyangan Mbak Inul Daratista.

Tetapi Gank BEP, seperti ada yang janggal… Akhirnya setelah dirayu layaknya Banci di Taman Lalu Lintas, saudara Aii bersedia menjelajah bersama kami untuk Wisata Kuliner. Terlebih mereka semua memang memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda-beda dan as usual sepanjang perjalanan Edith selalu menjadi korban untuk menjadi bahan cela’an dari kami bertiga dengan hidung ajaibnya, akibat hal tersebut lahirlah cikal-bakal nama panggilannya dari kami yaitu‘Idung’.

Suatu hari yang panjang, dari mulai mengunjungi pabrik roti klasik yang mengingatkan masa kecil saya. Dilanjutkan dengan mengunjungi Es-Krim Ragusa, dengan beranekaragam jajanan Jakarta. Sudah lama saya tidak mengunjungi tempat ini, telah banyak yang berubah termasuk harganya yang lumayan mencekik kantong mahasiswa. “And again Editha, she got a jetmen! She had to paid ten thousand rupiah for a SMALL KRUPUK!Desolée..” Sing Sabar yah Dith!


Akhir dari cerita yang ditutup oleh senja di Sudut Kota Jakarta...

vendredi 18 février 2011

Jangan Bilang itu Pacar Aku!

Belum lupa dari benak saya dengan pengalaman konyol ini, saat itu saya kebetulan bertemu dengan saudara jauh yang memang jauh silsilahnya namun, kata orang tua 'Judulnya' tetap saudara.

Saat itu hari Jum'at malam atau lebih tepatnya suasana akhir pekan, kebetulan saya ingin membetulkan barang elektronik saya yang masih ada garansi ke storenya disebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Sebenarnya saya agak segan untuk pergi ke sana sendirian terlebih, saat itu memang malam yang tepat untuk para anak muda menghabiskan waktu dengan menghambur-hamburkan uang demi sebuah pertunjukan di ruang gelap dan ber-AC.

Dan begitu sampai disana tepat seperti apa yang saya bayangkan. Banyak sekali orang Jakarta menghabiskan akhir pekan disini, untuk mencari parkir pun bagaikan mencari mutiara di lautan yang sangat dalam.

Setelah menemukan tempat parkir saya langsung menuju lobby utama dan langsung menuju lantai paling atas. Sembari menunggu proses pengecekan unit saya iseng berkeliling toko, dan tiba-tiba saya bertemu dengan Sheila yang nampaknya sedang kencan dengan pacarnya, yang sampai sekarang saya lupa namanya siapa.

Dia langsung menegur saya yang sedang sibuk melihat-lihat aksesori 'gadget'. "Eh, Kak Liki! Lagi ngapain kak disini?" sejenak saya lupa-lupa ingat dengan nama dan wajah saudara jauh saya itu "Eeeggh..engga ini lagi service aja kok!" Padahal didalam otak saya, saya sedang berusaha berfikir "Waduh, siapa nih orang. Gue pernah kenal emang sih, tapi lupa namanya."

"Sekarang di Unpad yah? Wih, doain yah aku keterima disana, mau masuk Hukum." tandasnya dengan gaya bicara anak SMA zaman sekarang. "Waktu itu aku liat Kak Liki manggung loh, di Kemang."
"Oia? Makasih yah.." Jawab saya yang masih menerka-nerka siapa namanya.
"Oia, kenalin nih cowok Sheila!" sambil menarik cowok disebelahnya. Dan kembali dalam otak saya yang berteriak. "Gotcha! her name is Sheila!"
Kembali ke obrolan tadi, akhirnya cowok itu memperkenalkan dirinya yang tinggi putih sepertinya memiliki bakat menjadi pria metroseksual.

Dilihat dari kostum mereka yang masih menggunakan bawahan sekolah nampaknya dua orang ini belum pulang ke rumah, hanya atasannya mereka saja yang menggunakan kaos dan Sheila melengkapinya dengan cardigan yang kalau saya perhatikan, mengingatkan saya kepada nenek saya.

"Eh, Gaya yah mahasiswa mainnya ke sini." Goda Sheila sambil memasang wajah meledek.
"Yah, kan belinya disini juga, masa servicenya di Glodok. Hehehehe.." Jujur saya sendiri meresa 'garing' dengan lelucon tadi dan saya juga memperhatikan wajah cowoknya yang sedikit 'bete' dengan obrolan saya.

Tiba-tiba sales yang melayani saya memanggil saya "Mas Liki, ini unitnya sudah selesai di Restore." dalam hati "Thanks God, sudah membebaskan saya dari obrolan hambar dengan dua anak ini." Saya langsung memotong pembicaraan, "Oh..sorry ye gue ke sana dulu."
"Oh..oke!" Jawab mereka berdua.

Ketika saya sedang mengobrol masalah-masalah dari unit saya, entah mengapa tiba-tiba mereka langsung ada disisi saya dan sales. Dan kebetulan saat itu sales tersebut berkata, "Yah, lumayanlah mas dari pada beli baru? Biayanya cuma 70 aja!"
Dengan senyum hambar saya hanya menjawab "Yah, nanti deh saya coba rundingin dulu sama orang tua."
Tiba-tiba ada suara seorang pria yang dengan entengnya berkata, "70 ini kak? Masa anak kuliahan 70 aja gak ada?"

Saya, Sales, dan beberapa orang didekat saya langsung menoleh ke sumber suara, ternyata itu suara cowoknya Sheila yang wajahnya agak mirip personil SM*SH. Memang sangat tidak sopan menurut saya, terlebih saya juga baru kenal dengannya.

Saat itu si sales langsung berkata, "Maaf mas, itu tujuh puluh dolar, bukan tujuh puluh ribu." seketika muka Sheila memerah dan mencubit pinggang pacarnya. "Sok tau deh kamu!"
Sedangkan pacaranya hanya senyum-senyum gak jelas.

Sheila yang mungkin malu langsung pamit duluan dengan pacarnya. Berapa orang yang mendengarkan hal itu terlihat tersenyum kecil, begitu pula si sales. Sambil tersenyum si sales berkata "Itu siapa mas? Adiknya?"
"Itu..Oh..adik sepupu, tapi yang ceweknya!"
"Kalo yang tadi itu cowoknya?" tanya si sales kepada saya dengan rasa penasaran.
"Wah, tadi sih bilangnya gitu." Jawab saya yang tidak lama setelah itu kembali langsung bergegas pulang.

Esok harinya saya melihat status Twitter Sheila yang menyatakan rasa malu yang luar bisa. Saya mereplynya "hahahaha koplak tuh cowok loe!" lalu Sheila membalasnya "udah engga kok kak, kita udah putus!" Waduh, sampe sebegitunya fikir saya, untuk menghidari hal-hal yang tidak diinginkan saya menyudahi saja obrolan di timeline Twitter tersebut.

Dan terakhir Sheila hanya mention saya "Jangan pernah bilang itu cowok aku yah kak!" saya hanya membalas "hahaha..seep!"

Terlepas dari masalah itu, mungkin juga ada berapa alasan mengapa kisah asmara mereka kandas tetapi kalau memang putusnya hubungan mereka karena hal itu mungkin itu merupakan kejadian yang konyol. Untuk Sheila, saya benar-benar minta maaf, setidaknya saya, sales dan beberapa orang di toko tersebut sudah tahu kalo dia adalah pacar kamu.

Ibu Kota Kejam Bung!

Siang itu saya mengendari motor bebek warna biru kesayangan saya, Jakarta memang banyak berubah dari masa ke masa.

Saat menuju arah Kuningan, jalanan sangat padat dengan kendaraan yang parkir seenaknya.

Hal itu bisa dilihat dari jumlah mobil-mobil orang tua yang menjemput anaknya pulang sekolah. Bukan saya sirik atau iri kepada mereka tetapi, coba bayangkan jika satu anak dijemput oleh satu buah mobil yang parkir seenaknya, berapa ruas jalan yang habis dipakai untuk 100 anak atau lebih. Sungguh fenomena yang luar biasa.

Sejenak saat saya mengedari motor, saya sempat berfikir kepada masa lalu saya, saat saya kecil hal seperti ini paling terjadi pada saat pengambilan raport saja. Kalau pun ada yang naik mobil juga tidak semuanya, paling hanya beberapa orang saja yang memang benar-benar 'berada', selebihnya hanya dengan sepeda motor, ojek, angkot, atau malah ada yang berjalan kaki untuk mereka yang rumahnya dekat. Tapi itu hanya buah fikir saya saja yang terpaku sejenak ditengah kemacetan Jakarta.

"Akh..buat apa sih gue mikirin hal gak penting kayak gitu!" fikir saya saat itu. Yah, dengan kondisi jalan yang memang cuma bisa merayap, saya hanya bisa mencari celah untuk menyalip mobil-mobil yang memadati ruas jalan menuju Setra Bisnis Kuningan.

Memang, pembangun jalan layang Tanah Abang - Kampung Melayu yang dicanangkan akan rampung pada tahun 2012 ini cukup menyita waktu para pengguna jalan. Padahal, saya melihatnya itu suatu hal yang memang sudah menjadi ritualnya Pemda DKI Jakarta yang sangat suka sekali membangun dan membangun untuk mengatasi berbagai masalah publik di kota yang sudah semakin sesak ini. Yah, saya sih sebagai orang yang dari sejak lahir dan besar di Jakarta, hanya berharap semoga terobosan ini bisa mengatasi kemacetan.

Kembali ke jalan raya, saat seluruh kendaraan roda empat terjebak macet banyak kendaraan roda dua yang memanfaatkan sisi jalan atau mencari celah untuk melawan kemacetan, begitu pula halnya dengan saya. Tikung kiri, salip kanan, belok kiri, potong lagi kanan dan ketika saya ingin menyalip ada sebuah motor juga yang ingin menyalip ke sisi jalan di depan pusat perbelanjaan di Kuningan yang sangat padat dengan orang-orang yang sibuk oleh urusannya masing-masing. Karena saya merasa itu hal yang bisa dalam berkendara di Jakarta saya melanjutkan perjalanan.

Mungkin ada perasaan kesal atau tidak terima karena saya salip bapak itu langsung memacu kuda besinya untuk mengikuti saya. Layaknya film 'action' kami saling susul menyusul dan tepat di depan jasa pengiriman barang, bapak itu justru yang sekarang memotong jalur saya dan sejenak memberhentikan laju sepeda motornya, membuka kaca helm dan berkata "Jakarta KERAS Bang!"

Dalam hati saya hanya bisa berkata, "Niat betul nih orang sampe ngejar-ngejar gue cuma pengen bilang itu." Sungguh ajaibnya kota ini. Tanpa meladenya saya hanya tersenyum dan menyalurkan tangan kedepan sebagai isyarat mempersilakan dia untuk jalan lebih dulu.

Sungguh pengalaman yang luar biasa sekaligus aneh, dari kemacetan yang membuat semua pengguna jalan penat dapat membuat orang melakukan hal gila yang syarat dengan emosi. Ibu Kota memang kejam Bung!

jeudi 10 février 2011

Aku dan Secangkir Kopi

Akhirnya blogger pecundang ini kembali aktif setelah lama masuk ke Desa. (Program KKN)

Saya banyak menemukan banyak pelajaran dan juga keluarga baru disana, kurang lebih satu bulan kita melaksanakan kegiatan tersebut, memang banyak pembelajaran berharga yang ada disini. Mulai dari berbagai aspek sosial, kesehatan, dan lain sebagainya. Satu hal yang saya dapat adalah proses belajar bersama masyarakat.

Setelah hari ini mungkin kita semua Prajurit Sekarwangi akan kembali pada dunianya masing-masing. Begitu pula dengan saya dengan kegitan perkuliahan di Sastra Perancis, apalagi dengan paket SKS yang masih saja banyak. Tetapi itu adalah perjuangan tidak ada alasan saya untuk takut atau mundur, karena ini jalan yang saya pilih.

Terlepas dari sibuknya perkulihan dan berbagai kegiatan, saya tetap merindukan rumah dalam suasana kali ini, entah apa yang membuat hasrat saya sebesar ini, yang jelas saya merindukan keluarga di Jakarta.

Semoga semester baru ini berjalan sesuai dengan apa saya harapkan dan dapat memberikan warna baru bagi saya, sekaligus membebaskan diri saya dari organisasi Himaper di awal bulan April nanti.

Secangkir kopi dipagi ini mungkin tepat untuk menggambarkan betapa kacaunya saya di pagi ini namun, secerca cahaya dari matahari cukup memberikan saya dorongan energi untuk bangkit dan menjalankan kehidupan yang saya impikan.

... Untuk semua impian ku dan semua orang yang menjadi candu positif dalam hidup ku. - liki

jeudi 6 janvier 2011

Ibu itu Sungguh Kuat

Senin lalu, tepat tanggal 3 Januari 2011.

Saya, dan beberapa teman saya memutuskan untuk melepaskan kepenatan dengan berbelanja di pasar Gedebage, (Semacam pasar senin di Jakarta) namun, setelah sekian lama tidak mengunjungi pasar tersebut mungkin sekitar 1 tahun. Banyak yang berubah saat saya kembali mengunjunginya.

Sebagian pasar sudah pindah ke daerah proyek pasar baru, kalau bisa dibilang hal tersebut justru membuat harga sewa kios pedagang menjadi lebih mahal dari pasar sebelumnya. Entahlah apa yang membuat fenomena ini ada, yang saya fahami hal seperti ini memang sudah menjadi sisi lain dari peremajaan pasar-pasar tradisional di daerah-daerah di Republik ini.

Siang itu langit cukup bersahabat dengan kami, saat turun dari angkot yang saya lihat hanyalah beberapa puing-puing lapak yang telah dirobohkan, beberapa pedagang yang sibuk dengan aktifitas mereka dengan barang dagangannya, sisanya hanya bertahan pada lapak mereka. Siang itu sejujurnya saya tidak terlalu bergairah untuk mencari barang yang saya mau namun, seorang teman saya Adry sibuk mencari barang dari satu toko ke toko lain.

Sampai pada sebuah toko yang menjual berbagai celana panjang dan pedek, akhirnya kami berhenti pada toko tersebut. Cukup lama dan alot harga yang ditawarkan pedagang tersebut, awalnya Apri menawar sebuah celana panjang namun harga yang diberikan cukup mencekik harga menurut saya untuk ukuran celana bekas. Tawar menawar pun terjadi, "Berapa a?" tanya Apri sembari memegang celana yang ia minat. "Itu? 90 aja bang!" Jawab si pedagang dengan logat Padang yang tidak dapat ditutupi. "Kalo yang itu?" Apri menunjuk celana yang di gantung. "Itu beda-beda a, khan beda bahan juga." Tanpa banyak omong si Apri keluar toko itu dan berkata kepada Saya dan Ibon yang menunggu diluar toko sambil melihat barang dagangan di depan toko, "Gila, buka harganya segitu? Mau nawar berapa gue?" tandas si Apri. "Yaudah, cari aja lagi ditempat lain." ajak saya namun, ketika kami akan kembali melancong, Adri ternyata sedang bernegosiasi dengan pedagang di toko tersebut demi kesepakata harga. Mungkin karena sama-sama berdarah Minang. Alhasil, Ia mendapatkan celana pendek setelah proses tawar menawar.

Setelah itu perjalanan menelusuri toko-toko di pasar baru itu pun kami lanjutkan dan hanya menuai hasil 'kosong' karena harga yang ditawarkan pun setara dengan barang baru. Sebelum kami meninggalkan proyek pasar baru tersebut, ternyata Adri kembali mendapatkan barang. Yah, tentunya dengan harga yang menurut saya masih agak mahal untuk ukuran barang bekas.

Penantian panjang akhirnya mendapatkan pencerahan pada lapak lama di sekitar pasar. Ternyata kami menemukan beberapa barang bagus dengan harga yang sepantasnya.Menurut saya mungkin itu kepuasan tersendiri dalam berbelanja dan ketika kami kembali ke Jatinangor, di dalam angkot kami menjumpai seorang Ibu yang menggendong anaknya yang dibalut oleh perban.

Dalam hati saya bertanya-tanya, "Apa yang terjadi pada anak itu?". Akhirnya sang ibu meminta salah satu penumpang disebelahnya yang kebetulan seorang ibu yang cukup tua, untuk mengizinkan meluruskan kaki anaknya di atas paha si ibu tua tersebut. Lalu percakapan dibuka oleh ibu tua tersebut, "Anaknya kenapa bu?" Ibu dari si Anak menjawab, "Habis terapi bu..." lalu ibu tua itu kembali bertanya, "loh, memangnya sakit apa?" dengan nada yang cukup merendah "Ada masalah di syaraf otaknya bu.. dia habis kecelakaan saat naik motor 1 bulan yang lalu... ayah dan kakaknya gak ketolong, cuma dia aja yang selamat..." Saya melihat ekspresi orang-orang dalam angkot tersebut berubah mungkin merasa iba pada ibu tersebut bahkan, Apri yang duduk disebelah saya terlihat menundukan kepalanya.

Iba dan sangat sedih saya melihat keadaan mereka berdua, mungkin bukan hanya saya yang merasakan hal tersebut tetapi juga para penumpang yang ada di dalam angkot tersebut. Ditambah lagi sang ibu menceritakan bahwa tragedi itu merupakan Peristiwa Tabrak Lari.

Entah apa yang difikirkan sang pelaku tabrak lari itu, apabila ia berada di posisi ibu tersebut. Sungguh suatu tindakan yang sangat pengecut untuk seorang manusia yang memiliki akal dan nurani. Dan pada hari itu saya melihat suatu perjuangan dari seorang ibu yang sangat tegar dan kuat menghadapi keadaan yang sedemikian rupa...