lundi 21 novembre 2011

Pandangan Saya Tentang Mereka

Mungkin memang sudah lama saya mengenal teman-teman saya ini, yang sekarang menjadi teman di band Heels Phobia. Kalau diceritakannya lagi dari awal mungkin bisa pegel tangan saya mengetiknya. Hahahaha... Oke, alangkah baiknya dimulai dari yang paling tua dahulu.

Pogi panggilannya, nama aslinya M. Pogi Irawan. Lahir pada bulan Oktober seperti saya, namun dia berzodiak Scorpio dan lahir setahun lebih cepat dari saya. Jujur saya, saya tidak terlalu akrab dengan orang ini pada saat SD bahkan SMP. Alasannya mungkin karena Ia lebih suka bergaul dengan 'bintang kelas', tapi entah mengapa walaupun teman-temannya bisa dibilang anak-anak pintar ujung-ujungnya dia juga masuk di SMA yang kurang favorit seperti saya? hahahaha...

Saya ingat betul pada saat kelas 3 SMP saya satu kelas dengannya, dan dia menjadi ketua kelas dan saya menjadi wakilnya. Kalau bisa dibilang mungkin diantara kami berempat memang dia yang paling menonjol dalam bermain segala jenis alat musik. Saat itu saya sendiri melihatnya sebagai orang yang angkuh dan susah untuk membuka diri.

Pengalaman pertama saya ngejam dengannya adalah saat latihan musikalisasi puisi, saat latihan sebenarnya dia menjadi gitaris, namun pada saat tampil di juga menjadi drummer. *buat saya itu hal yang gila untuk ukuran anak SMP. Setelah masuk SMA saya juga baru tahu dia juga satu sekolah dengan saya dan mungkin bisa dibilang dari kelas mereka itu bisa lahir Heels Phobia.

Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, mungkin atas karena hobi kita bisa dipertemukan seperti sekarang ini. Jujur saya sebenarnya tidak begitu tertarik saat diajak untuk 'ngeband' karena mungkin kelas saya yang berbeda, namun ada satu hal yang membuat saya berubah fikiran yaitu saat keberadaan saya diakui oleh orang lain.

Saya lupa persisnya, yang jelas saat itu ada teman saya dari band lain di SMA yang ingin mengajak saya menjadi vokalis di bandnya, namun pilihan saya tetap ingin bermain di Heels Phobia *red The ChePlok'Z.

Dari band itu saya mungkin lebih banyak mengenal Pogi, memang ada juga kejadian lucu saat itu kita suka dengan orang yang sama, bahkan bisa dibilang hubungan kami seperti agak renggang. Tapi dibalik itu semua saay tetap berfikir "Mantan pacar itu mutlak ada, tetapi tidak ada yang namanya Mantan Sahabat." terserah orang-orang pada saat itu menilai saya bodoh karena masih mau berteman dengan Pogi. Akan tetapi sekarang saya merasa lucu kalau mengingat dulu kita 'pundungan'. Hahahaha... Namun, hal itu semakin membuat kita dewasa terutama di Band.

Pogi bisa dibilang anak yang cukup sopan *kalau kata ibu saya. Tak khayal dengan sikapnya itu, dia juga bisa dibilang orang yang sering 'tambal ban' dalam waktu yang cukup singkat. Hahahaha... Jujur terkadang hanya dia dan nanda yang selalu cari aman saat ada konflik di Band. Dan awal memberi komentar pasti "Yah..kalo gue sih...bla..bla..gimana yah?" Sampai sekarang kata-kata itu masih ampuh dia keluarkan.

Kembali membicarakan skill memang dia bisa dibilang agak sukar untuk mengeksplor kemampuannya. Kalau saya lihat sih memang dia sekarang lebih serius dengan masa depannya sebagai Sarjana Muda, mungkin banyak juga orang-orang yang melirik kemampuannya itu. Tapi saya cukup berbangga hati karena dia masih mau berkomitmen di Heels Phobia.

"Buat saya, Pogi memang bukan seorang drummer yang handal, tetapi dia memiliki grafik yang bisa dibilang stabil, mungkin suatu saat nanti dia akan melebihi kemampuan idolanya Gilang Ramadhan. Dan Saya percaya itu."

Selanjutnya saya akan mengemukakan pandangan terhadap bassist saya, Nanda. lahir 15 hari setelah Pogi. Kalau dengannya mungkin saya sudah mengenalnya lumayan lama. Bahkan saat satu SD saya kenal dia, karena tempat les kita yang dekat dari rumahnya. Tidak seperti Pogi, saya rasa dia memiliki pribadi yang 'supel' apalagi kepada perempuan. Untuk urusan perempuan mungkin dia juaranya 'romantis'. *walaupun kalo ditanya langsung "Gue gak romantis kale..." Tapi itulah Nanda, setiap wanita yang dekat dengannya pasti memiliki kesan yang sulit dilupakan. *pelet situ ampuh yah mas! hahahaha...

Nanda mungkin belajar musik secara otodidak, mungkin belajar banyak dari teman akrabnya Icha. Saya dan dia mungkin sama-sama memiliki band kesukaan yaitu Sheila On 7, dari hal itulah mungkin saya sedikit tertarik saat diajak ngeband bersama dia di The ChePlok'Z. Ia juga orang yang memiliki sejuta impian. Hal yang tidak pernah saya lupa adalah berboncengan motor dengannya saya pasti banyak membicarakan masa depan.

Nanda sejujurnya memiliki skill yang sangat apik dengan kami bertiga, Ia bisa dibilang update soal lagu-lagu baru beserta chordnya. Tak heran kadang sensnya dalam nada sangat berperan apabila saya salah mengambil nada saat menyanyi. Dan kalau saya lihatnya selama ini, dia suka malu-malu memperlihatkan skill bermain bassnya. Jujur sih, kadang kami bertiga (Pogi, Hedi, dan Saya) agak malas memujinya, habis suka 'besar kepala'. Lebih baik kita cela saja dia, supaya bisa mengeluarkan kemampuan sebenarnya.

"Menurut saya, di balik sikapnya yang cuek di Band. Dia selalu bisa beradaptasi dengan baik. Dia adalah bassist yang memiliki ketajaman dalam urusan nada dan melalui adaptasinya yang baik itu kadang bisa menciptakan chemistry yang harmonis di Band."

Terakhir saya akan berbicara mengenai Hedi, sebagai anggota band yang terakhir. Saya juga mengenalnya saat SMA. Grafik perkebangannya bisa dibilang meningkat secara drastis, tetapi kalo soal sens nada dari kami berempat, saya bisa urutkan dia diposisi juru kunci. Saya ingat betul dengan sikapnya yang selalu 'pundung' saat SMA. Kalau di tanya "Loe kenapa di?" dan dia menjawab "Gue gak apa-apa, selow aja." padahal mukanya 'bete', jangan harap dia bakal main dengan maksimal.

Memang dia bisa dibilang paling 'blak-blakan' dan Realistis di Band. Sampai karena terlalu blak-blakan, ada seorang teman saya yang 'ngejam' bareng dibuat nangis olehnya. Sekarang saya memang lebih banyak berdiskusi dengannya dibandingkan dengan Nanda dan Pogi. Dewasa ini bisa dibilang selera musiknya dan saya tidak jauh berbeda.

Dia bisa dibilang orang yang paling Ambisius. Kalau dia melihat sesuatu yang jelek, dia pasti akan mengatakan jelek. begitu juga sebaliknya. Saat orang mengihina band kita pasti dia akan mengeluarkan kata-kata andalannya "Sekarang gini aja.. Loe bisa gak buat band kayak gue?" tetapi itulah Hedi. Diantara kami berempat mungkin Ia juga yang memiliki etos kerja yang tinggi dan rajin menabung.

Saya ingat betul, saat dia menjadi gitaris single banyak yang harus Ia benahi selain masalah Skill yaitu alat. Sampai karena Ia giat menabung dia mulai bisa membeli gitar dengan berbagai alatnya. Saya lupa dimana, yang jelas dia pernah menulis "Temen-temen SMP, loe liat sekarang gue udah bisa main gitar!"

Itulah sosok Hedi dimata saya dan Percaya atau tidak, saat tampil berempat Ia merupakan personil yang paling nervous dan karena hal itu dia jadi tidak peka dengan nada/sound yang fals, tetapi seperti yang saya bilang sebelumnya, Ia merupakan orang yang optimis yang kadang membuka mata kita semua di Band.

"Dia memang bukan gitaris yang memiliki skill luar biasa, tetapi biar pun dia bodoh dalam urusan nada dan alat, saya merasa dialah satu-satunya gitaris yang tidak malu untuk mengakui segala kekurangannya, dan karena hal itulah dia bisa hebat seperti sekarang."

Itulah padangan saya terhadap teman-teman di Heels Phobia, mungkin mereka juga memiliki pandangan yang berbeda tentang saya. "Jujur saya merasa malu kalau harus membandingkan skill kita berempat. Oleh karena itu saya juga tidak mau hanya menyanyi di Heels Phobia. Saya juga tidak bermimpi mengorbitkan band ini menjadi band fenomenal atau apalah, tetapi satu hal yang membuat saya kerasan dengan band ini adalah saya bisa diakui oleh kalian. Menghasilkan 'Karya yang bermutu' itulah mimpi saya bersama kalian semua."

samedi 5 novembre 2011

Sans Titre

Untuk beberapa alasan, saya pasti akan mengatakan 'tidak' dalam hidup saya.

Tidak dalam arti yang luas,
Tidak untuk keterikatan
Tidak untuk kejenuhan
Tidak untuk tekanan
Tidak untuk paksaan
Tidak untuk kepura-puran
Tidak untuk menghilangkan kepercayaan

Dua bocah diatas dua roda.
Sejenak duduk dan membisu
Memulai sesuatu yang dirasa tabu
Untuk melihat apa yang dirasa.

Saya berjalan dijalan yang sama, semua terlihat sama dan tidak ada yang berubah dari dalam diri saya.
Ada apa dengan saya?
Rasanya semuanya telah berada dalam titik nadi yang siap untuk pecah.

Deringan handphone, suara bising kenalpot, suara kertas dibalut kain, inilah déjà-vu.

Satu pohon dengan banyak ranting, biru langit yang membaur dengan banyak warna sebagai latar langit.

Akan tetapi apakah kalian tahu bawah langit tak selamanya biru?

Le Texto

C'est le passé, quand nous nous sommes recontrés. Elle m'a dit "Xie xie..ni zhen de hao nan ge ren." D'apres moi, c'étais un dérnier boneur.

Ça fait long temps...
Dans la salle..
Il y avait le CD, le compo, et les textes.

C'est notre histoire...
C'est la bonneur...

jeudi 3 novembre 2011

Lebih Menjengkelkan daripada Bajaj.

Kecanggihan era komunikasi seharusnya bisa mempermudah kita namun, hal itu rasanya tidak berlaku pada saya. Sebenarnya masalah ini menjadi sangat fatal karena menyangkut tugas kuliah.

Saya sudah berargumen namun ia tetap tidak mempercayainya, kecewa betul saya. Rasanya sangat jengkel apabila pekerjaan yang kita buat dengan buah pikir kita sendiri disepelekan atau bahkan diremehkan oleh orang lain.