mercredi 13 mars 2013

Manifestasi Tulisan Kehidupan

Beri saya alasan untuk bisa memahami apa yang selama ini membias dan tidak pernah tersampaikan, baik lewat sikap ataupun kata.
Untuk sebuah alasan sayang rasanya kita harus memperdebatkan ini, seperti sunyi dalam garis tegak yang saya buat di atas kertas.
Percuma dan sayang rasanya untuk saya jadikan sebuah panel untuk menceritakan garis tegak itu.

Sekedar mencukil dari apa yang terjadi pada saya belakangan ini, gejolak sebuah penelitian yang memecahkan batin maupun rasa, kalian menyebut ini galau? lima puluh persen bisa dibilang ya, lima puluh persen dibilang tidak. Yah, perjuangan saya memang sekarang harus kembali ditunda... Kalian percaya usaha dan doa itu cukup? Hmmm...untuk berulang kalinya hal ini selalu memenuhi otak kecil di dada saya ini.

Manifestasi dari sebuah perjuangan yang harus terhalang oleh jarak dan ketidaksepahaman, klise memang. Tapi yah seperti itulah kehidupan. Disela-sela kesibukan saya menulis, saya juga masih belum bisa melupakan tuntutan akademik yang masih menjadi momok untuk pribadi saya. Dalam Minggu ini saya akan kembali mencobanya, itu pasti dan harus, kendati kekhawatiran itu tetap ada.

"Masa yang akan datang kamu akan menjadi apa?" apabila ditanya seperti itu biarkan tangan saya yang bekerja, menulis, membuat garis tegak berdasarkan otak dan hati. Kuli tinta memang begini adanya..

Mas Pram pernah bilang, "Orang boleh pintar setinggi langit, namun selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan sejarah." Percaya atau tidak, itu saya rasakan sampai detik ini... Meskipun persoalan hidup itu banyak dan setiap orang mengalami masalah yang berbeda, namun dengan menulis kita dapat mendengarkan suara yang tidak pernah padam hingga kita nanti benar-benar mati dari dunia yang fana ini. Saat ini saya masih merenung dan akhirnya saya memahami, marilah nikmati hidup ini karena urusan mati hanya proses dimana kita memulai, melakukan, dan mengakhiri. Mungkin inilah titiknya... Cerdik.

dimanche 10 mars 2013

Tidak Ada Yang Percuma

Selamat malam, akhirnya hari ini saya berhasil dibuat geram oleh bus antarkota yang dua Kali menolak saya menaiki mereka. Ah, tapi terlepas dari itu semua, kali ini saya akan menceritakan apa yang layak saya ambil hikmahnya, (engga tahu ada hikmahnya buat kalian atau engga). Yah, dimulai pada Minggu lalu yang memang kembali menyitaku untuk memeras bagian otak yang sudah kecil sedari lahir ini.

Kalian percaya apa yang namanya kebetulan? Orang yang sok bijak pernah ngomong, "Dalam hidup ini engga ada yang namanya kebetulan." Kalau dikembalikan dalam lintas agama pasti akan berbicara semua sudah digariskan dan ditakdirkan. Tapi saya tidak akan menggunakan tema agama, agak berat soalnya.

Oke, kembali dengan kata digariskan. Tidak berbeda dengan saya menggariskan garis tegak dalam komik saya. Semuanya bisa dikatakan sesuai dengan apa yang ada di kepala saya. Tetapi terlalu licik rasanya jika hanya menggunakan komik saya sebagai analoginya, karena dalam hidup ini saya bukan sutradaranya.

"Permainan peran ini sebelumnya pernah ku alami setahun yang lalu, persis tanggal 21 Maret, hari dimana apa yang sudah saya skenariokan, berubah dalam hitungan menit oleh sebuah kebijakan. Bila ku ingat lagi momen itu, aku mungkin akan menangis yang tidak harus bersuara atau pun mengeluarkan air mata. Perjuangan itu memang panjang, sampai aku akhirnya sempat mengumpat keputusan tersebut. Tidak ada yang tahu bagaimana sakitnya aku saat itu, yang jelas kebijakan itu banyak mengubah hidup ku."

Saya merasa itu adalah keputusan yang mengubah semua rencana ku, sampai sempat kutuliskan lagu yang berjudul Imaji, yang mengisahkan perasaan ku saat itu yang gelap dan samar. Dalam rasa sakit itu saya coba menyalurkan apa yang saya rasa bisa melupakan kekecewaan tersebut, hingga saya mendapatkan penghargaan dari Nirmana Awards, yah, waulahualam, Allah mungkin punya rencana lain untuk saya. Dia seolah ingin bilang, "Bukan sekarang Liki, Aku punya sesuatu yang lebih baik untukmu, sekarang nikmati dulu apa yang kuberikan."

Hampir setahun nikmat itu berlalu, dan hampir saja ku lupa dan kembali mengumpat sebuah kegagalan. Minggu lalu Liki orang yang egois dan sering lupa bersyukur ini kembali memiliki rencana yang besar, "seminggu ku sibukan perkerjaan memeras otak itu, hingga perjuangan mengejar posisi matahari, berkeringat, hingga keputusan yang kembali menunda perjuangan ku."

Kesal, sebal, geram, hingga mules pun sempat saya rasakan. Namun, dalam diri ini kembali mengingatkan saya, "Tidak ada segala tindakan yang percuma, mungkin bukan sekarang namun pasti nanti ada saatnya." Ini memang salah satu bagian perjuangan, saya memang tidak sepenuhnya benar, jadi saya pun berusaha menyikapinya dan menenangkan diri ini, Semua memang tidak ada yang percuma Lik!