mercredi 9 octobre 2013

Memaknai Sebuah Perjalanan Pesan Lewat POS

9 Oktober, hari diperingatinya Pos  Internasional. Di Indonesia sendiri hari ini kurang mendapatkan perhatian, atau bahkan jauh dari hingar bingar hari besar pada umumnya. Mengingat kata POS kita pasti teringat pada kata surat ataupun pesan. Yah...merujuk pada sejarahnya sendiri kirim-mengirim pesan memang telah ada pada awal abad ke-18.

Kembali kepada hari Pos Internasional ini. Dewasa ini dapat kita lihat keberadaan kantor pos memang relatif jauh dari perhatian masyarakat. Saya ingat betul surat pertama yang saya buat dan dikirimkan melalui pos adalah sebuah sayembara dari majalah Bobo. Tidak hanya itu, dulu pun saat duduk di bangku sekolah dasar, ada semacam lembar kerja siswa (LKS) yang namanya Kunti. Bisa dibilang, LKS ini juga mengajarkan hal positif bagi anak-anak perihal surat menyurat, karena setiap bulannya mereka mengadakan sayembara di banyak sekolah dengan pertanyaan yang juga mengasah pengetahuan siswa. Kendati hadiahnya hanya alat tulis, namun para siswa tetap antusias, apalagi setiap bulannya nama-nama pemenang ditulis di belakang buku, lengkap dengan asal sekolah. Yah, cukup menyenangkan bukan?

Masuk pada era 2000an, sayadikenalakan oleh kakak saya yang dulu rajin mengumpulkan perangko atau biasa yang disebut Filateli. Kalau dulu saya mengoleksi kartu pokemon atau tajoz, kakak saya justru mengumpulkan perangko. Entah itu memang hobinya atau cuma sekedar mengikuti trend pada zaman itu. Terlepas dari itu saya juga memahami betul bahwa komunitas filateli memang tidak pernah mati. Karena memang sejarah mencatat lahirnya perangko berada di akhir tahun 1800.

Sejarah itu memang suatu cerita yang harus diriwayatkan seiring perkembangan zaman. Kita mungkin bisa berspekulasi zaman dahulu orang hidup lebih teratur, termasuk dalam hal menyampaikan pesan, beda dengan zaman sekarang yang serba instan. Bahkan, untuk kota metropolitan seperti Jakarta, kantor pos seperti Warung pinggir jalan yang kalah bersaing dengan minimarket.

Realita ini pun, menjadi suatu perhatian sendiri bagi saya. Dimana dulu saya sering mengirim pesan dengan sahabat yang berada di luar kota, esensinya sederhana saja, kita seperti dibuat menunggu kabar/jawaban dari isi surat tersebut. Mulai dari sepucuk surat, terus, hingga kita dibuat asyik untuk menulis. Tetapi hal itulah yang paling menarik untuk saya. Yah, jika diingat masa tersebut memang sungguh menyenangkan.

Berangkat dari hal itu, saya mungkin hanya satu dari sekian banyak orang yang menyukai mengirim surat melalui pos. Sederhananya mungkin 'cara komunikasi'. Tulisan ini mungkin terdengar konvensional namun saya merasa cara tersebut masih cukup menyenangkan. Zaman mungkin telah berubah dan memasuki media digital, tetapi saya pikir ada baiknya kita tidak melupakan hal yang sederhana, karena memang sesuatu hal yang besar hingga menjadi digital, tidak pernah lepas dari lahirnya sesuatu yang sederhana.