mercredi 7 mai 2014

Dari Warung Kopi hingga menjadi Padika Dama Rangkaibumi

Satu hal yang mungkin menjadi ide tergila saya selama memproduseri sebuah pertunjukan kabaret, yaitu berani tampil di luar 'kandang' dengan tema cerita yang engga banal. Yup...setelah sekian lama saya mendustai blog ini, akhirnya saya kembali menulis.

Bicara soal kabaret Les Enfants memang suatu unit kegiatan mahasiswa sastra perancis Unpad yang masih terus berkarya sampai sekarang. Kendati dalam setiap regenerasi memiliki masalahnya masing-masing, namun saya rasa ini merupakan hal yang wajar. Tepat setahun yang lalu, saya ingat betul masa-masa menulis skripsi beserta kegalauannya membawa saya dan beberapa teman kampus saya menuju pembicaraan yang 'sok serius, namun akhirnya jadi serius'.

Cerita awalnya sih memang saat kami sedang asik-asiknya nongkrong di warung kopi, muncullah ide, bagaimana jika Les Enfants buat pertunjukan di luar kampus, kemudian pemainnya benar-benar best selected, (kalau kata Apri dan Sandy), saya mungkin tidak akan cerita panjang lebar mengenai tetek-bengeknya, yang jelas wacana itu pun lahir dan berkembang sampai akhirnya saya diwisuda Agustus tahun lalu.

Berjalan dan mengalir layaknya air, ide ini memang sayang untuk disia-siakan akhirnya saya mencoba observasi lagi, "Kalau memang mungkin, kenapa engga dijadiin aja, iya engga sih?", mulai dari sinilah ide itu makin berkembang dan melibatkan banyak orang, kemudian menjadi serius.

Padika Dama Rangkaibumi, istilah dari bahasa sangsekerta yang muncul begitu saja ketika saya sedang asik membaca Novel Kitab Omong Kosong. Padika = Syair, Dama = Cinta, Rangkaibumi = Merangkai Bumi, kesan pertama saya tahu nama itu, jujur saja hati saya sudah kepincut. Karena memang sangat mengena banget. hahahaha.... (just in my opinion yah, kalau tidak sejalan yah tidak apa-apa)

Kembali lagi pada konsep ide yang lahir dari warung kopi, banyak teman yang ingin mengangkat tema politik, kkn, cinta, pewayangan, dsb. Tetapi jujur, hal itu seolah menjadi kumpulan gas yang siap diterbangkan ke langit dan terbuang percuma. Lantas, dari situ saya berpikir kenapa tidak menjadikan kumpulan tersebut dengan tema yang sejatinya kita paham betul sedari kita dulu kecil, "Bhinneka Tunggal Ika".

Menarik memang jika kita melihat realitanya saat ini, antara filosofi dan praktiknya sangat jauh berbeda, ibaratnya bagai bumi dan langit. Tetapi mungkin kurang pas kalau saya yang bicara itu panjang lebar di sini, maka dari itu silakan menikmati highlight dari Ide warung kopi hingga menjadi pertunjukan Padika Dama Rangkaibumi.

Padika Dama Rangkaibumi from Les Enfants on Vimeo.

dimanche 16 mars 2014

Idealis?

Hello, setelah sekian lama menghilang akhirnya saya kembali menggarap blog ini. Yah, kalau dilihat dari runtunan historinya memang sudah hampir 5 bulan blog ini terbengkalai. (mungkin ibarat rumah kosong, sudah banyak debu dan sarang laba-laba) hahaha...

Kali ini akan bercerita apa yah? Hmm...mungkin saya akan bercerita mengapa blog ini terbengkalai. (Kalau engga penting yah di-skip aja kali yah) Yup, setelah mengemban gelar S.Hum kehidupan saya masuk pada tahap baru, dunia kerja. Sudah hampir 7 bulan saya mengarungi dunia pekerjaan, dan sekarang banyak yang mempertanyakan, "Apa benar passion kamu di sana Liki?"

Kalau boleh jujur memang perkerjaan yang sedang saya geluti ini, 180 derajat dari pekerjaan sebelumnya sebagai writer yang hobi jalan-jalan. Hmm...mungkin kalau kata Mas Andi rekan kerja, di kantor saya, "Itu memang jalannya dan harus dilewati."

Menyikapi pekerjaan yang ideal memang bukan perkara mudah, iya gak sih? Ada yang gajinya besar, tapi passionnya gak ada, dan begitu juga sebaliknya. Tapi banyak yang bilang kalau saya ini terlalu idealis. Terlepas dari hal itu, seorang seniman pernah bilang, "Sadar atau tidak dengan kita bekerja, itulah proses kita menggapai idealis."

"Ya, memang benar, mungkin saya sedang berjalan ke arah sana, kendati suka tidak suka, saya rasa itulah bagian hidup, dan semoga hal itulah yang menjadi berkah untuk kita nanti ke depan. Amin"

Cepat atau lambat saya akan mencapai idealisme saya itu! Percaya, dan untuk sekarang jangan berpikir semua yang telah kita lakukan adalah hal yang percuma, karena tidak ada hal yang percuma dari setiap usaha yang kita jalani.