vendredi 15 avril 2011

Piano di Mancawarna

Kamis tanggal 14 April 2011, saya dan beberapa teman-teman dari teater l'apostrophe dan satre diajak untuk berpartisipasi dalam acara Mancawarna Sarasvati, sebuah konser lokal yang setara dengan konser international. Seperti yang sebelumnya kami berperan sebagai Properti Hidup. Mas Luki selaku Art Director pada acara tersebut mendesain sedemikian rupa ruangan tersebut, sesuai dengan warna musik dari Sarasvati.

Beberapa dari kami ada yang membaur bersama penonton dan sisanya menjadi properti hidup (Happening Art), Om Ricky Arnold selaku senior saya menyatakan, "Peran loe simple banget ki..tangan cuma keluar aja kok.." saya bertanya "Muke gue gak keliatan?", "Iya, jadi loe bisa duduk atau gimana kek?". Sepintas sih itu mudah rasanya, malah saya sempat berfikir bisa duduk manis disertai dengan segelas minuman segar, saya pun sempat mencoba untuk duduk dengan posisi santai, tetapi Luki menyatakan, "Tenang nanti ada kursi kok." Fikiran saya semakin jauh menikmati betapa santainya saya.

Acara dimulai saat matahari menutup sinarnya, saya bergegas menuju lokasi yang telah disiapkan oleh tim, si gendut 'Apri' malah lebih tersiksa karena harus duduk dikursi listrik seperti film shaolin popeye. Saya mulai mengulurkan tangan keluar dengan posisi yang bisa dibilang jauh dari ekspektasi saya, saya harus berdiri, muka tertutup oleh kain hitam dan sesekali tangan saya ditarik, disentil, bahkan sampai disuruh memegang puntung rokok.

Oke, itu semua memang peran, kecil dan besarnya semua memiliki peranannya sendiri, tergantung kita mendalaminya. Jujur memang pada menit-menit pertama saya masih santai, dan olahrasa saya belum terlalu jauh dalam peran orang yang sedang dikremasi. Beberapa menit sebelum acara dimulai beberapa pelatih saya seperti Mbak Nifa dan Titin sempat menanyakan apakah saya haus dan ingin minum, saya menjawabnya sangat datar, "engga.." Selanjutnya ada beberapa orang pengunjung yang menyadari saya dibelakang jendela tersebut. Sehingga anak buah Luki membetulkan posisi saya.

Kira-kira saat lagu question dimainkan saya mendengar intro yang dimainkan oleh piano, saya berfikir itu memang bagian dari acara, sehingga saya tidak asing untuk mendengarnya. Kali ini suara piano kembali terdengar, ternyata ruangan yang saya tempati itu terdapat sebuah piano. Saya tidak berfikir kemana-mana, yang saya rasakan hanya hawa yang berbeda. Mungkin cuma angin, tetapi itu khan piano bukan keyboard, fikir saya.

Saya mulai merasa aneh atas kejadian tersebut, lalu ada beberapa penonton yang keliatannya mengetahui keberadaan saya, maka dari itu saya berinisiatif untuk mematikan lampu diruang tersebut, dan "eng-ing-eng" mahkluk yang aneh muncul disebelah saya, spontan saya semakin merinding dan tangan rasanya mati, sangat dingin. Tapi hal tersebut justru membantu saya untuk olahrasa. Dan saya tetap berfikiran positif akan hal tersebut, sampai ada seorang penonton yang melepaskan kain hitam dihadapan saya, sekarang semua orang sudah melihat wajah saya yang sudah pucat, dan menjadi lebih pucat. Setidaknya saya bisa melihat sisi lain dari ruangan, bukan melihat piano saja.

Saat itu saya hanya berfikir hal-hal yang konyol, seperti kisah salah seorang crew mengenakan sebuah kaos yang bertuliskan "Speak English or Die" namun, pada saat berbicara dia mengeluarkan logat sunda yang kental. hehehehe...

Overall, pengunjung merasakan kepuasan yang berbeda dalam menikmati sebuah konser musik. Selamat untuk Mbak Risa Saraswati dengan Sarasvatinya, yang malam itu menggambarkan betapa kayanya kreasi dan karya para seniman Indonesia.