lundi 5 décembre 2011

Tahun yang Prihatin

Satu alasan yang membuat tahun ini menjadi prihatin adalah KULIAH. Semester tujuh ini memang bukan semester yang bisa dibilang mudah untuk saya. Awal bulan ini saya sudah dicengangkan oleh UAS, tugas-tugas dari berbagai matakuliah, dan tidak terasa awal tahun depan saya harus bersiap untuk Seminiar Sastra. "Yah, semuanya memang tidak mudah." katanya orang bijak.

Mungkin kegilaan ini sedikit membuat saya religius, *tanpa mengurangi rasa hormat, memang kebanyakan itulah sifat manusia. Saya cendrung melakukan aktifitas dengan dunia saya, tidak ada waktu untuk bermain, pacaran, jalan-jalan, bahkan makan pun menjadi jarang. Jujur saya sendiri sebenarnya kurang suka dengan sikap saya ini, yaitu sulit mengontrol emosi. Tak heran kalau saya sedang stress atau bahkan capek, saya akan berubah menjadi orang yang sensitif dan mudah sekali naik darah. *mungkin itu juga alasan kenapa orang suka menilai saya itu jutek dan kurang bersahabat.

Kembali kepada rutinitas saya belakangan ini, memang itu bukan suatu hal yang mudah. "Semakin tinggi semester semakin tinggi pula juga angin yang menerpa" *itu adalah pribahasa yang sedikit saya modifikasi. Kalau bisa dibilang semua aliran darah di otak saya seperti jalanan di Jakarta, semerawutlah.

Ini bukan seperti hidup saya rasanya. Tetapi itulah bagian dari hidup, kalaupun saya berlari nantinya akan ketemu-ketemu juga, jadi saya harus siap menghadapinya dengan berbagai kemungkinan. Satu yang saya ingat adalah kata-kata dari dosen-dosen sastra saya "Anggaplah tahun ini adalah tahun prihatin supaya kalian semua bisa lulus dengan cepat, tidak usah cari yang susahlah untuk skripsi. Toh, kalaupun sudah lulus pastilah ada faktor X yang mempengaruhi hidup kalian kedepannya yaitu Tuhan." Saya rasa pernyataan Mme.Sri itu lebih Realistis dibandingkan seminar Mario Teguh.

Saya pun sadar, mungkin juga saya bukan mahasiswa yang brilliant atau memiliki IPK yang gemilang. bahkan ada dosen yang berasumsi kalau saya mengalami kelainan dalam membaca atau biasa disebut 'Diseleksia', akan tetapi saya mencoba merubah pola pikir saya mengenai hal itu semua, saya yang mengetahui kemampuan diri saya sendiri, melalui keyakinan ini saya harus berfikir positif serta yakin kalau saya bisa dan saya mampu untuk melawati tantantangan ini.

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire