vendredi 27 janvier 2012

Budaya = Cerminan Bangsa

Sebuah ide yang lahir dari Andi Ibnu untuk berkeliling melihat meriahnya tahun baru cina atau yang biasa disebut Imlek. 23 Januari 2011 kami (Saya, Ai, dan Apri) mengunjungi Petak Sembilan, Glodok. Lokasi yang biasanya dijadikan tempat perdagangan yang penuh dan 'sumpek' kalau kata orang Jakarta, berubah menjadi suatu tempat yang berbeda pada hari itu.


Ya, masyarakat sekitar memang disibukan oleh kegiatan peribadatan di Wihara Dharma Bhakti, suatu sisi lain dari keragaman budaya di republik ini, bau dupa sangat menyengat bahkan membuat mata kami perih. Tidak ada bedanya dengan hari raya keagamaan di Indonesia, semua orang yang sedang merayakannya, melaksanakan berbagai macam ritual yang khidmat. Sedangkan sisanya mungkin ada yang asik mempelajari tradisinya walaupun ada juga yang sedang bekerja seperti Satpol PP dan Kepolisian atau bahkan para Peminta Sedekah (mungkin mereka hampir ada disetiap acara keagamaan, mungkin bisa dijadikan PR untuk pemprov DKI Jakarta)


Satu pelajaran berharga saya dapatkan dari perjalanan ini, yaitu saya benar-benar menyadari tidak ada pembeda antara umat beragama di Indonesia, dalam kesempatan itu pula saya mengamati banyak dari etnis tionghoa yang menjalani berbagai ritual dengan khusyu. Penjagaan yang ketat dari Satol PP dan kepolisian menurut saya juga memberikan sesuatu efek kenyamanan bagi para mereka yang sedang menjalani ritual keagamaan. Mungkin saya baru kali ini merasakan secara langsung, peninggalan dari Guru Bangsa 'Gusdur' yang tidak menjadikan perbedaan keyakinan untuk kita bersatu.

Disatu sisi, saya setuju sekali dengan perbincangan ringan oleh teman saya Andi Ibnu dan Apri, yang bisa saya simpulkan "Terkadang kita terlalu asik melihat budaya luar (westernisasi), mengikutinya dan menganggap budaya kita itu kuno, bagaimana kita bisa bilang seperti itu karena untuk sekedar kenal atau tahu budaya bangsa sendiri, kita sendiri enggan melakukan itu." Memang benar pikir saya. Bisa dilihat pada kesempatan itu orang luar bahkan lebih tertarik untuk mempelajarinya dan rela datang jauh-jauh, sedangkan kita yang dekat, dibuat enggan untuk mempelajarinya atau sekedar mengenalnya.

Suatu pelajaran yang berkesan yang saya petik dari momen seperti ini, semoga kalian yang membacanya pun dapat mempunyai padangan yang lebih positif, karena bisa dibilang 'kalau bukan kita, lalu siapa yang dapat melesatarikan budaya bangsa ini.' kalau negara tetangga 'ngaku-ngaku' baru kita marah-marah. Kalo saya di negara itu mungkin saya akan bilang "Kemane aje lo?" Tapi itulah republik ini, suka atau tidak kita harus terima dan siap untuk merubahnya.



Selamat merenung dan selamat bekerja untuk menjaga budaya bangsa yang kita cintai ini. "Gong Xi Fa Cai"

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire