dimanche 8 novembre 2009

Resume Novel 'La Tête d’un Homme'


Sejak awal kasus pembunuhan seorang janda kaya raya, Nyonya Henderson beserta pengurus rumah tangganya, menyisakan banyak keganjilan dan penuh tanda tanya, dan menyeret Joseph Heurtin sebagai terdakwa dan divonis hukuman mati sekaligus ditempatkan di penjara khusus.

Sebuah rencana cerdik dibuat oleh Komisaris Maigret untuk mengungkap misteri pembunuhan sadis yang terjadi di kediaman Nyonya Henderson di Saint-Cloud. Malam itu udara sangat menusuk tulang, namun hal tersebut tidak mengahalangi Maigret mengungkap misteri pembunuhan Nyonya Henderson. Dalam penjara khusus terdapat empat sel dengan bentuk yang sama. Dan di dalam sel tersebut terdapat seorang terpidana mati yang menunggu dengan dua kemungkinan: keputusan grasi atau tim petugas resmi yang mungkin akan datang pada suatu malam dan membangunkannya tanpa sepatah kata pun.

Sekitar seratus meter dari sel tersebut terdapat tiga orang yang sibuk sekaligus cemas. Orang-orang tersebut adalah Hakim Coméliau yang mengurus kasus pembunuhan ini nampak khawatir dan tegang. Komisaris Maigret nampak segan bersandar di dinding bata yang suram itu. Dengan tangan di kantong mantelnya, ia berdiri tegak dengan kaki yang kekar, begitu kokoh terpaku, sehingga memberikan kesan seperti patung yang tak bernyawa. Dekat mereka berdiri Gassier, Direktur Penjara dengan raut wajah murung, kerah mantel ditegakkan. Ia berpura-pura tidak menaruh perhatian pada apa yang terjadi.

Ketiga orang tersebut menyusun sekenario pelarian tahanan nomor 11, yang tidak lain adalah Heurtin. Entah kenapa hanya Maigret yang merasa yakin dan tenang dengan rencana ini. Hakim Coméliau berbicara dengan suara tertahan, “Anda yakin bahwa…”

Maigret hanya diam dan menatapnya sedemikan rupa hingga ia terdiam. Para penjaga tetap berjaga-jaga. Sebuah bungkusan dan sebuah tali tambang sengaja disiapkan untuk rencara ini. Dengan tangan yang gemetaran tahanan nomor 11 berhasil menemukan bungkusan tersebut. Dan dia meluncur dengan mengandalkan kekuatan pergelangan tangan, nampaknya ia seperti sangat kelelahan. Dengan susah payah akhirnya ia berhasil turun dari atap jendela penjara dan melarikan diri dalam kegelapan malam.

Hakim Coméliau meremas-remas jarinya karena tidak sabar. Direktur penjara berkata prlahan, “Saya rasa anda tidak memerlukan saya lagi…”

“Seandainya saya tidak menaruh kepercayaan begitu besar kepada Anda, Komisaris, saya bersumpah tidak akan pernah membiarkan diri terseret dalam petualangan seperti ini… ketahuilah bahwa saya tetap beranggapan bahwa si Heurtin itu bersalah!... Nah, bagaimana kalau ia lepas dari tangan Anda…”

“Kita bertemu besok?” hanya pertanyaan itu yang terlontar dari Maigret.

“Saya akan berada di kantor mulai pukul sepuluh…”

Mereka berjabat tangan tanpa berbicara. Direktur Penjara mengulurkan tangannya dengan sikap segan, dan seraya menjauh ia mengomel dengan kata-kata yang tidak jelas. Dan Maigret menugaskan Dufour dan Janvier untuk menguntit Heurtin dalam pelariannya, seraya ia keluar dan memberikan salam kepada inspektur polisi itu, lalu menjauh dengan langkah berat, kepala menduduk, namun tetap sambil menghisap pipanya.

Maigret terus mengawasi gerak-gerik Heurtin yang masuk ke La Citanguette setelah berkeliaran sepanjang malam menembus kota Paris, dan tertidur di La Citanguette. Pagi harinya koran-koran memberitakan pelarian itu, tanpa komentar.

Pada pukul sepuluh, orang yang tidak dikenal, di bar La Coupole, menulis surat yang dialatkan untuk koran Sifflet untuk menjelaskan campur tangan polisi dalam kasus itu. Maigret menyuruh seseorang yang ahli untuk menganalisis tulisan tersebut, dan dketahui, orang itu orang asing, dengan sengaja menulis dengan tangan kiri dan tampaknya menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Pada pukul enam sore, Heurtin bangun. Inspektur Dufour, yang bermaksud mengambil Koran yang dipegangnya, dipukul botol. Heurtin memanfaatkan keributan itu, memadamkan lampu dan melarikan diri. Sementara itu sang inspektur yang kelabakan menembak, tanpa hasil.

Keeskan harinya tepat pada tanggal 17 oktober tengah hari, William Crosby sepupu Nyonya Henderson, istrinya dan Edna Reichberg minum minuman pembuka di bar La Coupole, sebagai langganan tetap. Orang Ceko, Radek, minum kopi susu dan makan yoghurt di salah satu meja. Keluarga Crosby dan Radek tampaknya tidak saling mengenal.

Di luar, Heurtin yang kelelahan, menunggu seseorang. Ketika keluarga Crosby keluar, laki-laki itu tidak perduli. Tetapi heurtin tetap menunggu, padahal Radek sedang sendirian di bar. Pada pukul lima orang Ceko itu memesan caviar, tidak mau membayar dan diusir secara paksa oleh dua orang petugas keamanan.

Begitu ia pergi Heurtin meninggalkan tempatnya dan pergi ke tempat orang tuanya di Nandy. Pada hari yang sama, menjelang pukul sembilan malam, keluarga Crosby menukar uang kertas seratus dollar di hotel George V dan memasukkan bundelan uang Perancis kedalam kantongnya. Dengan didampingi oleh isterinya, ia mengharidi makan malam di hotel Ritz, pulang menjelang pukul tiga dini hari, dan kemudian tidak meninggalkan apartemennya lagi.

Pada tanggal 18 oktober di Nandy, Heurtin menyelinap ke dalam gudang. Ibunya menemukannya dan menyembunyikannya. Pada pukul sembilan ayahnya mencium kehadirannya dan memergokinya dan menyuruhnya untuk pergi pada malam itu juga. Pada pukul sepuluh, Heurtin mencoba untuk bunuh diri dengan cara menggantung dirinya di gudang itu.

Di Paris Radek yang diikuti oleh Janvier, berhasil melarikan diri dari pengawasan. Pada pukul sepuluh, tanpa disadari ia masuk kedalam La Coupole, dan ketika meliha Maigret, ia memanggilnya dan mengajaknya untuk menikmati caviar, dan tanpa diminta, berbicara mengenai peristiwa Henderson, serta menyatakan bahwa polisi tidak akan pernah mengerti apa-apa. Padahal, polisi tidak pernah menyinggung masalah Henderson di hadapannya.

Inspektur Janvier tetap tinggal di La Coupole untuk mengawasi Radek. Setelah makan siang, orang Ceko itu mengundangnya untuk minum-minum, sampai inspektur Janvier dibuat mabuk olenya dan Ia menelepon dua kali.

Pada pukul empat ada orang di villa Saint-Cloud, padahal sejak pemakaman Nyonya Henderson dan pengurus rumah tangganya, rumah itu terlantar. Ternyata Willian Crosby. Ia berada di tingkat pertama. Ia mendengar bunyi langkah di kebun. Melalui jendela, mungkin ia mengenali Maigret, lalu bersembunyi. Ia melarikan diri, setiap kali Maigret melangkah maju. Ia naik ke tingkat dua. Ia terdesak dari ruangan ke ruangan, ia membuka jendela dan memastikan bahwa tidak ada lagi kemungkinan untuk melarikan diri, akhirnya menembakan peluru ke dalam rongga mulutnya. Sementara itu Nyonya Crosby dan Edna Reichberg sedang berdansa di ruangan minum teh hotel Goerge V.

Nyonya Crosby yang mengetahui suaminya meninggal mengalami guncangan yang hebat, begitu pula dengan Edna Reichberg yang juga terlihat berduka, namun setelah itu Maigret menugaskan Janvier untuk memantau kedua wanita tersebut.

Tanggal 19 pagi, setelah menerima telepon dari kantor pusat Maigret kembali pergi ke La Coupole dan tanpa disadari Radek mengajak Maigret berbincang-bincang dan mentaktirnya minum, dengan gaya yang sombong Ia berbicara dengan Maigret tentang peristiwa Henderson, tewasnya Willian Crosby di Saint-Cloud serta hubungan Nyonya Crosby dan Edna Reichberg dengan peristiwa tersebut. Ia menawarkan diri untuk membatu Maigret, “Jujur saja Pak Komisaris, Anda mungkin sudah gagal dalam rencana ini… Saya bersedia membantu Bapak!”. Maigret yang tidak sabar mendengarkan perkatanya hanya membalas, “Yah..Anda tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi..!” Ia mencari topi beledunya yang hitam, pergi ke pintu dengan sikap kikuk, kerena rasa kesal yang nyata sekali, sementara Maigret hanya menggerutu perlahan-lahan, “Berkicaulah terus, Bung…! Berkicaulah…!”

Tiga harinya Maigret mengikuti Radek, sampai akhirnya Radek menyadirinya, “Karena Anda berkeras hati untuk tidak meninggalkan saya, marilah kita jalan sama-sama! Akan lebih menyenangkan…”

Hari itu tepat pemakaman Willian Crosby, dan seperti dugaan Radek kedua wanita itu mengenakan pakaian berkabung. Dan orang Ceko tersebut mengikuti iring-iringan jenazah sampai di pemakaman. “Anda tidak mengerti apa-apa tentang perkara itu!” terkadang Radek mengulang kata-kata itu, sambil menoleh kearah Maigret. Pemakaman itu berlangsung pada tanggal 22 Oktober.

Pada tanggal 23 Oktober, pada pukul sebelas malam, Radek baru selesai makan malam pada salah satu restoran di wilayah Champs-Elysées. Pada pukul dua belas ia keluar, di ikuti oleh Maigret, lalu dengan cermat memilih kendaraan yang menyenangkan dan memberikan alamt dengan berbisik.

Tak lama kemudian dua buah mobil taksi berjalan beriringan menuju Auteuil. Taksi pertama menelusiri tepi sungai Siene dan menyebranginya melalui jembatan Mirabeau dan dengan susah payah mengambil jalan yang menuju ke La Citanguatte.

Pukul setegah satu pagi lebih sedikit Ellen Crosby muncul lagi di ruangan temapt minum kopi, melemparkan selembar uang kertas di meja bar, dan meluncur ke dalam taksi yang menunggunya, dimana sebelumnya Nyonya Crosby juga keluar dari La Citanguatte.

“Kita ikuti mereka Pak Komisaris?”

Ketiga taksi itu berjalan beriringan. Tetapi Nyonya Crosby tidak menuju Paris. Setengah jam kemudian, mereka sampai di Saint-Cloud dan dia meninggalkan mobilnya dekat villa. Tiba-tiba ia menyeberang jalan, mencari kunci dari tasnya dan sesaat kemudian ia sudah berada di dalam rumah, lampu-lampu tidak dinyalakan. Satu-satunya cirri kehidupan adalah cahaya yang sekali-sekali terbesit dalam kamar tingkat pertama, seolah-olah ada orang yang menyalakan korek api.

Maigret dan Radek keluar dari mobil dengan jarak sekitar dua ratus meter dari villa itu, Maigret mengepulkan asap pipanya dengan gelisah. “Bagaimana..? Anda tidak ingn melihat apa yang terjadi…?”

Ia tidak menjawab, melainkan tetap mengayunkan langkah yang monoton.

“Anda mungkin keliru, Pak Komisaris! Bagaimana kalau nati, atu besok, ditemukan mayat lagi di sana…?”

Maigret tidak berkutik dan Radek melemparkan rokoknya ke tanah yang baru habis sepotong. Satu jam berlalu, suasana sunyi sepi. Bahkan tidak terdengar lagi api korek yang bergetar di balik jendela.

Ketika beberapa saat kemudian, Ellen Crosby keluar sambil berlari dan masuk ke dalam mobil, ia membawa sesuatu di tangannya, benda yang panjangnya sekitar tiga puluh sentimeter, dibungkus kain putih atau kain sprei.

Radek dan Maigret memutuskan untuk masuk kedalam villa tersebut. Tetapi bukan kunci yang dikeluarkan komisaris itu dari kantongnya, melainkan sebuah kotak karton, diikat. Ia memerlukan waktu yang lama untuk membukanya sebelum akhirnya mengeluarkan kunci kebun.

Radek nampak heran dan melihat Maigret dengan pandangan yang ironis, tetapi dengan kekhawatiran yang tidak dapat disembunyikannya. Mereka tiba di tingkat pertama dan Maigret melewati ruang rias, masuk ke dalam kamar tempat Nyonya Henderson dibunuh. Maigret duduk di tempat tidur, tepat di mana ditemukan mayat wanita Amerika itu.

Di dalam ruangan tersebut terdapat sebuah lemari, dan Radek sebelumnya menduga dan merasa yakin bahwa di dalam lemari tersebut terdapat sebuah mayat dari salah satu wanita tersebut, sambil ragu-ragu Radek menatap Maigret, selaku orang yang tertanya-tanya tentang peranan apa yang diberikan kepadanya.

Radek menyalakan sebatang rokok. Jari jemarinya gemetaran. “Ayolah! Kita harus membukannya… Silakan, Bung…!”

Sambil berkata begitu, Maigret membetulkan letak dasinya di depan kaca, tanpa melepaskan orang Ceko itu dari pandangannya.

“Jadi bagaimana?”

Pintu lemari itu dibuka.

“Mayat...? Apa…?”

Radek mundur tiga langkah. Dan smabil gelagapan ia menatap wanita muda berambut pirang yang keluar dari persembunyiannya, agak canggung, tetapi sama sekali tidak takut. Ternyata Edna Reichberg. Ia memandang Maigret dan Radek berganti-ganti, seperti minta penjelasan. Ia tidak kelihatan bingung, hanyalah canggung, karena memainkan peran yang tidak biasa dilakukannya.

Tanpa memperdulikan wanita itu, Maigret menoleh ke arah Radek yang masih kelihatan berusaha menenangkan dirnya.

“Apa komentar Anda? Kita membayangkan menemukan sebuah mayat, tau-tau kita menemukan gadis cantik yang masih segar-bugar…”

Edna pun menoleh kepada orang Ceko tersebut.

“Nah..Radek…,” sambut Maigret dengan gembira, “Apakah Kau tetap mengira bahwa aku tidak mengerti apa-apa…? Ayo, kau mau bilang apa sekarang?”

Gadis Swedia itu hanya memandang kedua laki-laki tersebut, membuka mulut untuk berteriak, namun suaranya masih tersekat di tenggorokan. Dengan cepat Radek mengalihkan diri untuk menarik revolvernya dari kantong dan dengan cepat radek menodongkannya kepada polisi itu dan menekan pelatuk tepat pada saat gadis itu berteriak sia-sia.

Maigret tampak begitu kokoh di tempatnya. Tetapi, dalam waktu satu detik, ia melompat, menjatuhkan seluruh badannya dan menimpa orang Ceko itu, yang berguling-guling ditanah.

“Maafkan saya, Nona…,” bisik Maigret sambil bangkit berdiri lagi. “Sudah selesai… Ada taksi yang menunggu Anda di dekat pintu… Radek dan saya, kami masih mempunyai banyak hal untuk dibicarakan…”

Orang Ceko itu mengangkat badannya, sambil marah-marah dengan garang. Kaki komisaris yang besar berletakkan di bahunya, ketika Maigret mengatakan, “Begitu kan, Anak Manis?”

Keesokan harinya Maigret menyerahkan Radek ke pengadilan, selanjutnya Radek di bawa petugas ke sel tahanan. Maigret memandangnya seolah ingin mengatakan sesuatu untuk terakhir kalinya. Dan ia langsung pergi keruangan Hakim Coméliau.

“Sudah beres…! Seperti laporan saya di telepon, ia telah mengaku… Dan mulai saat ini Bapak tidak akan mendapatkan kesulitan dari orang itu, karena ia sportif dan telah mengaku kalah…”

Komisaris itu mengelurakan semua laporannya dengan secarik kertas yang tidak beraturan. Dan menjelaskannya satu per satu kepada Hakim Coméliau.

Ada hal yang menarik dalam kasus ini… Pertama saat pembunuhan itu terjadi Heurtin yang menjadi tersangka, tidak mengambil apa-apa, dan tidak ada satu barang pun yang ia rampok dengan membunuh Nyonya Henderson dan pengurus rumah tangganya, terlebih ia hanya seorang pengantar bunga. Ia bukan orang yang sadis ataupun urakan.”

“Setelah ia dijatuhi hukuman mati dan beberapa hari dipenjara, sampai pada di malam, di mana kita melaksanakan rencana pelarian Heurtin… Selama pelarian Heurtin ia nampak kelelahan setelah menyusuri kota Paris, dan pada akhirnya tertidur di La Citanguette... !”

Apa yang dikaitkan dengan pembunuh sebenarnya ? Dia bahkan lebih kacau lagi daripada rekannya. Mungkin Bapak pun tahu apa yang disebut psikologi berbagai jenis penjahat. Nah! Kita tidak bisa mencocokan hal yang satu ini dengan si Radek. Bisa di katakan Ia melakukan ini hanya untuk merasa senang saja.

“Radek sebenarnya adalah orang yang cukup cerdas, ia kuliah di Fakultas Kedokteran. Namun ia juga memiliki penyakit yang sama dengan Ibu nya, yaitu penyakit Sumsum Tulang Belakang. Sejak itu Radek menjadi lebih tamak dan sombong, kesombongan itulah yang menggrogotinya. Karena sadar hidupnya takan lama lagi, Radek merasa lebih senang untuk menghabiskan sisa hidupnya, untuk kesenangannya semata, sampai pada akhirnya Ia bertemu dengan Heurtin, seorang tukan bunga yang hanya berpenghasilan rendah dan menawarkannya bantuan untuk mendapatkan uang yang lebih besar dari gajinya sekarang sebagai tukang bunga…!”

Radek sengaja menyuruh Heurtin untuk mengenakan sepatu karet dengan alasan supaya tidak licin, padahal ia sengaja menyuruh Heurtin mengenakan sepatu karet agar meninggalkan jelak saat ia membunuh Nyonya Henderson dan pengurus rumah tangganya.

“Mudah saja bagi Radek untuk melakukan peristiwa keji itu. Dengan menyuruh Heurtin mengantarkan bunga ke Saint-Cloud dengan menggunakan sepatu karet… Saat Heurtin sampai ia menemukan dua buah mayat wanita yang telah berlumuran darah! Heurtin yang ketakutan lari dari villa tersebut sampai akhirnya polisi menangkapnya, namun Heurtin yang memang tidak salah apa-apa bersih keras tidak melakukan perbuatan tersebut…”

“Namun, setelah terdengar Heurtin lolos dari penjara khusus dengan bantuan oknum polisi, Radek sebagai pelaku sebenarnya merasa bersalah dan Ia sengaja menulis berita di koran Sifflet. Dan selama ini pelariannya hanya dari satu café ke café lainnya, begitu seterusnya…”

Setelah menghisap rokoknya Maigret kembali menjelaskan laporan yang telah ia buat dan kembali membetulkan posisi duduknya.

“Radek, sengaja memasukan dirinya sendiri dalam scenario pelarian Heurtin… Heurtin yang tertidur dan melihat koran pagi yang berisi berita pelariannya kaget, ketika Dufour ingin mengalihkan perhatiannya pada koran yang di pegang oleh Heurtin dan akhirnya Heurtin menyerang kepala Inspektur Dufour hingga cedera, dan melarikan diri di tengah keramaian orang. Radek yang mengetahui kabar tersebut sengaja masuk dalam sekenario ini, ia sengaja datang ke café di mana Maigret mengintai Heurtin.”

“Pada saat yang bersamaan Radek bertemu dengan Willian Crosby, dan seperti yang sudah kita ketahui, Radek mempunyai keahlian untuk mengajak, bahkan membaca psikologi seseorang... Radek mengetahui bahwa Edna Reichberg dan Willian Crosby merupakan sepasang kekasih, namun Willian sendiri tidak bisa seperti itu terus, melihat isterinya yang sudah dekat, bahkan sudah seperti sahabat dengan kekasihnya...”

Dan Radek lah orang yang menyuruh Willian Crosby, untuk pergi ke Saint-Cloud dengan mengancam, akan membeberkan rahasia tersebut terhadap Nyonya Crosby, namun Willian yang menyadari ada orang lain di tempat itu, lari dari satu kamar ke kamar lainnya. Sampai pada akhirnya ia merasa putus asa dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menembakkan kepalanya sendiri.

“Setelah itu Radek semakin berkuasa dan sasarannya kali ini adalah kedua wanita yang di cintai oleh Willian…Ia sengaja mengirimkan surat kepada Nyonya Crosby dan Edna Reichberg untuk saling bertemu di Saint-Cloud dengan membuka lemari yang berisi berita yang sebenarnya, sehingga salah satu dari mereka akan ada yang membunuh. Maigret yang sejak awal menugaskan Janvier untuk mengawasi kedua wanita tersebut berhasil menemukan surat tersebut!”

Maigret yang mengetahui hal tersebut menyusun sandiwara supaya Nyonya Crosby dan Edna Reichberg untuk berpura-pura melakukan dengan apa yang diperintahkan oleh Radek.

“Radek yang tadinya merasa yakin akan adanya mayat dalam lemari tersebut, tiba-tiba berubah menjadi orang yang khawatir dan merasa berada di posisi yang terpojok, dan sampai akhirnya menyerang Maigret, dan mengakui kesalahannya dengan sportif…”

Hakim Coméliau mendorongkan kembali berkas yang tadinya ia buka pada awal percakapan, dan mengatakan sesuatu kepada Maigret.

“Baik, Pak Komisaris, saya…”

Ia melihat tempat lain dengan pipi yang memerah.

“Saya mohon agar Anda melupakan…euh…euh…”

Tetapi komisaris itu, sambil mengenakan mantelnya, mengulurkan tangan dengan sikap yang sangat wajar. Dan ia pun keluar, setelah ragu-ragu sejenak, menengok lagi, dan melihat wajah hakim yang menunjukan perasaan bersalah. Akhirnya ia pergi dengan senyum kecil. Itulah satu-satunya sikap balas dendamnya.

Waktu itu bulan Januari, waktu dimana Radek mengalami Eksekusi hukuman mati, Maigret mengahadiri eksekusi tersebut. Radek menyadari adanya kehadiran Maigret di sana menyapanya dengan senyuman sarkatis.

“Oh…Bapak ternyata datang…”

Seseorang berbicara. Bunyi klakson terdengar di jalan terdekat, Radeklah yang mulai melangkah lagi, paling depan dan tidak melihat siapa pun.

“Pak Komisaris…”

Satu menit lagi, mungkin, dan segalanya akan berakhir. Suaranya terdengar ganjil.

“Bapak akan pulang menemui isteri Bapak, kan…? Dan ia telah menyediakan secangkir kopi hangat…”

Maigret tidak melihat apa-apa lagi, tidak mendengar apa-apa lagi! Memang benar! Isterinya sedang menunggu di ruang makan yang hangat di mana makan pagi telah dihidangkan.

Tanpa tahu mengapa, ia segan pulang. Ia langsung pergi ke Quai des Orfèvres, mengisi alat pemanas ruangan sampai ke mulutnya, membiarkan apinya membara seperti menghanguskan jeruji.

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire